Menurut Guba dan Lincoln kriteria penelitian dapat dipercaya dalam menampilkan fenomena yang mendukung keakuratan penelitian, meliputi: 1. Credibility merupakan penelitian dipercaya ketika partisipan mengakui temuan penelitian sebagai pengalamannya. 2. Dependability merupakan data yang didapatkan stabil pada setiap waktu dan kondisi. Proses penelitian logis, dapat dilacak, dan pendokumentasian jelas. 3. Conformability merupakan objektivitas data atau kenetralan data yang menunjukkan bahwa intepretasi dan temuan penelitian jelas berasal dari data serta sebagai petunjuk sebuah kesimpulan dan intepretasi telah di capai. Transferability merupakan generalisasi penerapan hasil penelitian untuk diterapkan pada tempat atau kondisi yang setara.
DEFINISI
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer C. Suzanne, 2010).
Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. (Arif Muttaqin, 2008).
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Sedangkan menurut Hudak (1996), stroke adalah defisit neurologi yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari cardiovascular disease (CVD). (Fransisca B Batticaca, 2008).
ETIOLOGI
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka. Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus).
Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.
Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
Arteritis( radang pada arteri )
Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli:
Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).
Myokard infark
Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
Hipertensi yang parah.
Cardiac Pulmonary Arrest
Cardiac output turun akibat aritmia
Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
PATOFISOLOGI
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400 mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilar mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari.
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besarakan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik.
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 2011).
MANIFESTASI KLINIS
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak.
Tonus otot lemah atau kaku
Menurun atau hilangnya rasa
Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
Disartria (bicara pelo atau cadel)
Gangguan persepsi
Gangguan status mental
Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala. (Muttaqin, 2008).
DIAGNOSTIC
CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
MRI
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi sertaa besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark dari hemoragik.
Angiografi Serebri
Membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurimsa atau malformasi vaskuler.
USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)
EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari massa yang luas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
Pungsi Lumbal
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin
Gula darah
Urine rutin
Cairan serebrospinal
Analisa gas darah (AGD)
Biokimia darah
Elektrollit (Muttaqin, 2008).
PENATALAKSANAAN
Ada bebrapa penatalaksanaan pada pasien stroke (Muttaqin, 2008):
Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan :
Mempertahankan saluran nafas yang paten
Kontrol tekanan darah
Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.
Terapi Konservatif
Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosisiatau embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler.
Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
Osmoterapi antara lain :
Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu 15-30 menit, 4-6 kali/hari.
Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
Posisi kepala head up (15-30⁰)
Menghindari mengejan pada BAB
Hindari batuk
Meminimalkan lingkungan yang panas.
KOMPLIKASI
Hipoksia serebral
Penurunan aliran darah serebral
Embolisme serebral
Pneumonia aspirasi
ISK, Inkontinensia
Kontraktur
Tromboplebitis
Abrasi kornea
Dekubitus
Encephalitis
CHF
Disritmia, hidrosepalus, vasospasme (Muttaqin, 2008).
PROSES KEPERAWATAN
Pengkajian
Identitas
biasanya dialami oleh usia tua, namun tidak menutup kemungkinan juga dapat dia alami oleh usia muda, jenis kelamin, dan juga ras juga dapat mempengaruhi.
Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan kesadaran pasien.
Pengkajian Primer
Airway
Peningkatan sekresi pernapasan
Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
Breathing
Distress pernapasan :pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
Menggunakan otot aksesori pernapasan
Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
Circulation
Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
Sakit kepala
Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
Papiledema
Penurunan haluaran urine
Kapiler refill
Sianosis.
Pemeriksaan Fisik
Sistem Respirasi (Breathing) : batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Adanya ronchi akibat peningkatan produksi sekret dan penurunan kemampuan untuk batuk akibat penurunan kesadaran klien. Pada klien yang sadar baik sering kali tidak didapati kelainan pada pemeriksaan sistem respirasi.
Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau hipertensi, denyut jantung irreguler, adanya murmur
Sistem neurologi
Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian GCS untuk menilai tingkat kesadaran klien
Refleks Patologis
Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di otak/ perdarahan intraserebri dan untuk membedakan jenis stroke yang ada apakah bleeding atau infark
Pemeriksaan saraf kranial
Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman
Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik primer diantara sudut mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visula-spasial sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
Saraf III, IV dan VI apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit
Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
Saraf XII lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indera pengecapan normal.
Sistem perkemihan (Bladder) : terjadi inkontinensia urine
Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan pemenuhan kebutuhan seksual
Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
Sistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mungkin mengalami inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah pada sisi ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot-otot pterigoideus dan pada saraf IX dan X yaitu kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
Sistem muskuloskeletal dan integument : kehilangan kontrol volenter gerakan motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis atau hemiparese ekstremitas. Kaji adanya dekubitus akibat immobilisasi fisik.
Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral
Hambatan mobilitas fisik
Hambatan komunikasi verbal
Rencana Keperawatan
NOC : Perfusi jaringan : serebral (0406)
NIC : manajemen edema serebral (2540)
Monitor status neurologi
Monitor TTV
Berikan sedasi
Posisikan tinggi kepala tempat tidur 30 derajat/lebih
Hidrasi cairan IV hipotonik
Berikan diuretic osmotik
NOC : Pergerakan (0208)
NIC : terapi latihan : ambulasi (0221)
Berikan penanda dikepala tempat tidur
Bantu pasien ambulasi awal
Bantu pasien untuk perpindahan
NIC : terapi latihan : mobilitas sendi (0224)
Jelaskan pada pasien manfaat dan tujuan latihan
Dukung latihan ROM aktif
Dukung latihan ROM pasif dengan bantuan
Kolaborasi ahli terapi fisik
NOC : komunikasi : mengekspresikan (0903)
NIC : Peningkatan komuikasi : kurang bicara (4976)
Monitor kecepatan bicara, tekanan, kuantitas dan volume
Instruksikan pasien untuk bicara pelan
Ulangi apa yang disampaikan pasien
Sediakan metode alternative menulis
Kolaborasi ahli terapi bahasa
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC, 2000
Misbach, Jusuf. 2011. STROKE ASPEK DIAGNOSTIK, PATOFISIOLOGI, MANAJEMEN. Jakarta : Badan Penerbit FKUI
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. BUKU AJAR Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta : EGC.
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer C. Suzanne, 2010).
Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. (Arif Muttaqin, 2008).
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. Sedangkan menurut Hudak (1996), stroke adalah defisit neurologi yang mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari cardiovascular disease (CVD). (Fransisca B Batticaca, 2008).
ETIOLOGI
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka. Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus).
Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.
Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
Arteritis( radang pada arteri )
Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli:
Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).
Myokard infark
Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
Hipertensi yang parah.
Cardiac Pulmonary Arrest
Cardiac output turun akibat aritmia
Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
PATOFISOLOGI
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400 mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilar mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari.
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besarakan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik.
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 2011).
MANIFESTASI KLINIS
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak.
Tonus otot lemah atau kaku
Menurun atau hilangnya rasa
Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
Disartria (bicara pelo atau cadel)
Gangguan persepsi
Gangguan status mental
Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala. (Muttaqin, 2008).
DIAGNOSTIC
CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
MRI
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi sertaa besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark dari hemoragik.
Angiografi Serebri
Membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurimsa atau malformasi vaskuler.
USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)
EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
Sinar X tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari massa yang luas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
Pungsi Lumbal
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragik pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
Pemeriksaan Laboratorium
Darah rutin
Gula darah
Urine rutin
Cairan serebrospinal
Analisa gas darah (AGD)
Biokimia darah
Elektrollit (Muttaqin, 2008).
PENATALAKSANAAN
Ada bebrapa penatalaksanaan pada pasien stroke (Muttaqin, 2008):
Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan :
Mempertahankan saluran nafas yang paten
Kontrol tekanan darah
Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.
Terapi Konservatif
Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosisiatau embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler.
Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
Osmoterapi antara lain :
Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu 15-30 menit, 4-6 kali/hari.
Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
Posisi kepala head up (15-30⁰)
Menghindari mengejan pada BAB
Hindari batuk
Meminimalkan lingkungan yang panas.
KOMPLIKASI
Hipoksia serebral
Penurunan aliran darah serebral
Embolisme serebral
Pneumonia aspirasi
ISK, Inkontinensia
Kontraktur
Tromboplebitis
Abrasi kornea
Dekubitus
Encephalitis
CHF
Disritmia, hidrosepalus, vasospasme (Muttaqin, 2008).
PROSES KEPERAWATAN
Pengkajian
Identitas
biasanya dialami oleh usia tua, namun tidak menutup kemungkinan juga dapat dia alami oleh usia muda, jenis kelamin, dan juga ras juga dapat mempengaruhi.
Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan kesadaran pasien.
Pengkajian Primer
Airway
Peningkatan sekresi pernapasan
Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
Breathing
Distress pernapasan :pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
Menggunakan otot aksesori pernapasan
Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
Circulation
Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
Sakit kepala
Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
Papiledema
Penurunan haluaran urine
Kapiler refill
Sianosis.
Pemeriksaan Fisik
Sistem Respirasi (Breathing) : batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Adanya ronchi akibat peningkatan produksi sekret dan penurunan kemampuan untuk batuk akibat penurunan kesadaran klien. Pada klien yang sadar baik sering kali tidak didapati kelainan pada pemeriksaan sistem respirasi.
Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau hipertensi, denyut jantung irreguler, adanya murmur
Sistem neurologi
Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian GCS untuk menilai tingkat kesadaran klien
Refleks Patologis
Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di otak/ perdarahan intraserebri dan untuk membedakan jenis stroke yang ada apakah bleeding atau infark
Pemeriksaan saraf kranial
Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman
Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik primer diantara sudut mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visula-spasial sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
Saraf III, IV dan VI apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit
Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
Saraf XII lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indera pengecapan normal.
Sistem perkemihan (Bladder) : terjadi inkontinensia urine
Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan pemenuhan kebutuhan seksual
Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
Sistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mungkin mengalami inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah pada sisi ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot-otot pterigoideus dan pada saraf IX dan X yaitu kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
Sistem muskuloskeletal dan integument : kehilangan kontrol volenter gerakan motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis atau hemiparese ekstremitas. Kaji adanya dekubitus akibat immobilisasi fisik.
Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral
Hambatan mobilitas fisik
Hambatan komunikasi verbal
Rencana Keperawatan
NOC : Perfusi jaringan : serebral (0406)
NIC : manajemen edema serebral (2540)
Monitor status neurologi
Monitor TTV
Berikan sedasi
Posisikan tinggi kepala tempat tidur 30 derajat/lebih
Hidrasi cairan IV hipotonik
Berikan diuretic osmotik
NOC : Pergerakan (0208)
NIC : terapi latihan : ambulasi (0221)
Berikan penanda dikepala tempat tidur
Bantu pasien ambulasi awal
Bantu pasien untuk perpindahan
NIC : terapi latihan : mobilitas sendi (0224)
Jelaskan pada pasien manfaat dan tujuan latihan
Dukung latihan ROM aktif
Dukung latihan ROM pasif dengan bantuan
Kolaborasi ahli terapi fisik
NOC : komunikasi : mengekspresikan (0903)
NIC : Peningkatan komuikasi : kurang bicara (4976)
Monitor kecepatan bicara, tekanan, kuantitas dan volume
Instruksikan pasien untuk bicara pelan
Ulangi apa yang disampaikan pasien
Sediakan metode alternative menulis
Kolaborasi ahli terapi bahasa
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC, 2000
Misbach, Jusuf. 2011. STROKE ASPEK DIAGNOSTIK, PATOFISIOLOGI, MANAJEMEN. Jakarta : Badan Penerbit FKUI
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. BUKU AJAR Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta : EGC.
Comments
Post a Comment