BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Rumah sakit, Puskesmas, atau lembaga
lainnya harus memberikan pelayanan kesehatan yang layak dan baik bagi
masyarakat. Salah satu layanan yang penting diberikan kepada masyarakat adalah
perawatan pasien. Perawatan pasien sebagai langkah atau proses aktivitas metode
ilmiah, dinamis, sistematis, dan berkesinambungan serta terus menerus diberikan
secara langsung untuk memecahkan masalah kesehatan klien atau pasien yang
dimulai dari proses pengkajian, diagnosis, rencana keperawatan, implementasi,
dan evaluasi keperawatan.1
Proses keperawatan digunakan sebagai
pendekatan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada perorangan, kelompok,
keluarga, dan komunitas dengan tahapan pengkajian, diagnosis, perencanaan
keperawatan, implementasi, dan evaluasi. Tindakan keperawatan harus
didokumentasikan karena sebagai bukti legal bagi perawat dalam melakukan asuhan
keperawatan.2 Sejak tahun
1967 pendekatan proses keperawatan sudah digunakan dan dikenal sebagai proses
lima siklus tahapan meliputi pengkajian, perumusan diagnosis, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi.3
Pada tahap pengkajian perawat mengumpulkan
dan menginferensi semua data klinis pasien atau klien. Pada proses ini sebagai
penentu untuk langkah selanjutnya sehingga intervensi yang diberikan memberikan
dampak yang positif. Diagnosis keperawatan sebagai intepretasi data dari
pengkajian sehingga menjadi patokan dalam menentukan intervensi, implementasi,
dan evaluasi keperawatan.4 Pelaksanaan
asuhan keperawatan oleh perawat pemasyarakatan menjadi perhatian bagi perawat
komunitas dalam mengembangkan ilmu keperawatan.
B.
TUJUAN
PENULISAN
Melaksanakan
praktik keperawatan sesuai Undang-Undang no. 38 tahun 2014 yaitu berupa asuhan
keperawatan berdasarkan bukti ilmiah di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Jawa
Tengah.
C.
MANFAAT
PENULISAN
Perawat
pemasyarakatan dalam melaksanakan praktik keperawatan berdasarkan aturan yang
ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia yaitu Undang-Undang no. 38 tahun
2014 tentang keperawatan dan berdasarkan bukti ilmiah dalam memberikan
perawatan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP).
BAB
II
LANGKAH
EVIDENCE BASED PRACTICE
A.
RUMUSAN
PERMASALAHAN
|
Description |
Patients
|
-
Warga
binaan pemasyarakatan (WBP) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Jawa Tengah. |
Intervention
|
-
Penerapan
standar asuhan keperawatan di Lapas Jawa Tengah. |
Comparator |
-
Praktik
asuhan keperawatan bisa dijalankan di setting
rumah sakit dan setting klinis
lainnya. |
Outcomes |
-
Perawat
pemasyarakatan dalam menjalankan praktiknya menggunakan pendekatan asuhan
keperawatan. |
Time |
-
Dibuat
setiap kali melakukan perawatan terhadap WBP yang mengalami masalah
kesehatan. |
B.
HASIL
PENCARIAN DATABASED ONLINE
|
|
Pencarian
databased online dengan keywords
pencarian nursing care AND Prison OR Jail di Google scholar dan
Ebsco dan dianalisis menggunakan Prisma 2009.
C.
PENILAIAN
EVIDENCE
Judul : Standardisation
of nursing care amongst patients in prison
Publikasi : Rev Esp Sanid Penit 2014; 16: 11-19
Are
the results of the trial valid? (Internal Validity)
What question did the
study ask?
-
Hasil (tujuan dari penelitian ini untuk
pembuatan serangkaian rencana perawatan standar praktik keperawatan (asuhan
keperawatan) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Spanyol).
1a. R- Was the
assignment of patients to treatments randomised?
-
Jelas
Komentar: Metode sampling yang digunakan menggunakan
stratified randomised sampling
dikelompokkan sesuai dengan patologi medis. Sampling diambil dari daftar abjad
perangkat lunak Lapas dengan pemilihan angka ganjil yang dibuat sampel
penelitian.
1b. R- Were
the groups similar at the start of the trial?
-
Jelas
Komentar: Pemilihan responden penelitian didasarkan
pada diagnosis medis untuk pengelompokan sampelnya. Pengelompokan sampel
didasarkan pada diagnosis medis tidak dilakukan uji untuk kemiripan
masing-masing kelompok karena tidak dalam membandingkan antara kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. Setelah semua sudah dikelompokkan berdasarkan
diagnosis medis, selanjutnya dilakukan penilaian masing-masing masalah pola fungsional
M. Gordon.
2a. A – Aside from the allocated treatment,
were groups treated equally?
-
Tidak
Komentar: Karena penelitian ini ingin mengetahui
penerapan asuhan keperawatan di setting
Lapas, penelitian ini hanya ingin menggambarkan bisa tidak dilakukan penerapan
asuhan keperawatan sebagaimana yang dilakukan perawat pada umumnya seperti
halnya di rumah sakit. Peneliti melakukan pengelompokkan masalah keperawatan
untuk penegakkan diagnosis berdasarkan NANDA, membuat kriteria hasil
berdasarkan NOC (nursing outcomes
classification), dan merencanakan intervensi berdasarkan NIC (nursing interventions classification).
2b. A – Were all patients who entered the
trial accounted for? And were they analysed in the groups to which they were
randomised?
-
Iya
Komentar: Dari permasalahan responden peneliti dapat
menganalisis diagnosis keperawatan didapatkan 18 diagnosis keperawatan
berdasarkan NANDA dan pengklasifikasian berdasarkan NOC dan NIC. Ada empat
diagnosis yang paling sering ditemukan pada responden yaitu risiko infeksi,
risiko keracunan, gangguan gigi, dan gangguan pola tidur. Studi ini memiliki
bias karena hanya mencakup WBP laki-laki saja, setidaknya pada pola reproduksi
tentu pengkajian pada laki-laki dan perempuan berbeda, dan penelitian memiliki
sampel terlalu sedikit sejumlah 30 responden.
3. M - Were measures objective or were the
patients and clinicians kept “blind” to which treatment was being received?
-
Iya
Komentar: Peneliti
melakukan identifikasi pada masing-masing responden berdasarkan pengkajian pola
fungsional Gordon, dari hasil yang didapatkan peneliti melakukan analisis data
dan dibuat menjadi diagnosis keperawatan dan didapatkan 18 diagnosis. Membuat
kriteria hasil keperawatan dengan NOC penilaian dilakukan dengan menggunakan
skala Likert. Peneliti membuat rencana intervensi dengan NIC yang dilaksanakan
pada setiap kasus.
What were the results?
1.
How large was the treatment effect?
Dari hasil penelitian yang dilakukan Delgado memberikan
manfaat yang besar sekali karena permaslahan yang dihadapi warga binaan
pemasyarakatan (WBP) sangat kompleks dan perlu adanya langkah penyelesaian
masalah yaitu salah satunya dengan asuhan keperawatan. Hal ini sebagai praktik
legal perawat pemasyarakatan yang diakui oleh UU no. 38 tahun 2014 tentang
keperawatan dan ditindak lanjuti oleh Permenkes no. 26 tahun 2019 tentang
keperawatan.
2.
How precise was the estimate of the treatment effect?
Perawat pemasyarakatan mengkaji masalah kesehatan WBP,
menganalisis data yang didapatkan, membuat rancangan diagnosis keperawatan,
menentukan kriteria hasil perawatan, merencanakan intervensi keperawatan,
mengimplementasikan intervensi, dan melakukan evaluasi keperawatan sesuai
dengan kriteria hasil yang sudah ditentukan.
Will
the results help me in caring for my patient? (External Validity/Applicability)
-
Penerapan asuhan keperawatan layak dan bisa diterpkan di
Lapas.
-
Masalah keperawatan yang ditemui sudah termuat dalam NANDA
dan bisa dilakukan intervensi menggunakan NOC dan NIC.
-
Manfaat dari pembuatan asuhan keperawatan meliputi:
a.
Sebagai bukti profesionalisme (eksistensi) praktik
keperawatan.
b.
Syarat untuk memperpanjang STR perawat.
c.
kenaikan jabatan fungsional perawat.
d.
Sebagai bukti jika ada tuntutan hukum.
e.
Sebagai metode pengembangan ilmu keperawatan karena
memungkinkan menemukan permasalahan keperawatan baru.
BAB III
INTEGRASI PENERAPAN EVIDENCE BASED PRACTICE
A. PROSES
ASUHAN KEPERAWATAN
Perawat
dalam menjalankan praktik keperawatan dan dimanapun tempat praktiknya menggunakan
asuhan keperawatan dalam merawat pasien atau klien. Begitu juga perawat
pemasyarakatan dalam merawat WBP yang mengalami masalah kesehatan dan
membutuhkan perawatan maka pendekatan yang harus dilakukan perawat
pemasyarakatan adalah dengan menggunakan asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan
sebagai metode sistematis perawatan dalam merawat WBP di pelayanan kesehatan
primer Lapas. Asuhan keperawatan merupakan sekumpulan interaksi antara perawat
dan klien atau pasien dengan lingkungannya untuk mencapai pemenuhan kebutuhan
dan kemandirian pasien atau klien untuk merawat dirinya.5 Asuhan
keperawatan dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan. Proses
keperawatan mempunyai definisi sebagai suatu bentuk layanan kesehatan profesional
yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu
dan kiat keperawatan dalam bentuk layanan biologis, psikologis, sosial, dan
spiritual secara komprehensif dan ditujukan kepada perorangan, keluarga,
kelompok, dan komunitas dalam kondisi sehat maupun sakit.6
Tujuan
utama keperawatan sebagai membantu individu memenuhi kebutuhan dasar dan
kebutuhan tingkat tertinggi pasien atau klien. Bertemu dengan pasien atau klien
memicu interaksi khusus termasuk komunikasi, observasi, dukungan, pendidikan,
dan pemberian asuhan. Perawat mendukung dan memotivasi klien dalam menjalani
kehidupan sehat dan membantu menyelesaikan masalah kesehatan. Perawat memberi
asuhan keperawatan pada pasien atau klien dengan mengkombinasikan metode
penyelesaian masalah secara ilmiah dengan keterampilan berpikir kritis dalam
memberikan asuhan keperawatan.7
1. Pengkajian
Keperawatan
Pengkajian adalah proses pengumplan data relevan yang
kontinu tentang masalah kesehatan, status kesehatan, respon kesehatan, dan
kekuatan pasien atau klien. Kemampuan berpikir perawat dibutuhkan untuk
membedakan informasi yang esensial dan relevan dari data yang tidak relevan,
memvalidasi data penting, dan mengkategorikan atau mengelompokkan informasi
dengan cara yang bermakna. Data yang didapatkan berasal dari wawancara,
observasi langsung, dan pengukuran untuk mendapatkan data subjektif dan
objektif.8 Tujuan
dilakukan pengkajian yaitu untuk mengorganisir, megumpulkan, dan mencatat
data-data yang menjelaskan respon dari setiap individu akibat respon dari
masalah kesehatan.9
Pengkajian sebagai proses pengumpulan data yang
dikeluhkan oleh pasien mengenai kondisi kesehatannya. Pengumpulan data adalah
kegiatan perawat dalam menggali informasi yang aktual dari pasien atau klien.
Pengumpulan data ini sebagai upaya penting tentang identifikasi dan mendapatkan
data secara akurat tentang pasien atau klien.10 Pengkajian
dilakukan dengan menggunakan data fokus sesuai dengan pemenuhan kebutuhan dasar
manusia yaitu berdasarkan keluhan utama yang menyebabkan indivdu memebutuhkan
perawatan. Pengakajian dilakukan dengan cara mengkaji keluhan individu dengan
metode wawancara dan pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi). Kemampuan utama yang diperlukan perawat dalam melakukan pengkajian
adalah keterampilan pemeriksaan fisik head
to toe dengan tepat dan sistematis.2
Selain pemeriksaan fisik, untuk mendapatkan data
pada proses pengkajian cara yang bisa dipakai oleh perawat yaitu komunikasi
efektif. Komunikasi dalam pengkajian keperawatan sering disebut sebagai
komunikasi terapeutik sebagai upaya mengajak pasien dan keluarga untuk bertukar
pikiran dan perasaan. Perawat untuk memperoleh data yang akurat harus menjadi
pendengar yang efektif dan memperhatikan keluhan yang diutarakan pasien dan
mengintegrasikannya dengan kondisi yang dialami pasien atau klien, perawat
bersikap empati dan menghindari interupsi serta memberikan perhatian penuh saat
pasien berbicara. Langkah lain yang diperlukan dalam pengkajian yaitu
observasi. Perawat melakukan observasi perilaku dan perkembangan kondisi pasien
serta observasi catatan medis sebagai sumber data kesehatan pasien sekarang dan
di masa lalu atau riwayat penyakit sebelumnya.11
Salah satu pendekatan dalam melakukan pengkajian
keperawatan adalah dengan menggunakan pengkajian pola fungsional kesehatan
Gordon yang memiliki sebelas elemen yaitu manajemen dan persepsi kesehatan,
nutrisi dan metabolik, eliminasi, aktivitas dan latihan, tidur dan istirahat,
persepsi kognitif, persepsi diri atau konsep diri, peran dan hubungan,
seksualitas, koping stress, dan nilai kepercayaan. Pola fungsional ini sebagai
kerangka berpikir perawat untuk mengelompokkan data dan mebedakan pola
kesehatan yang muncul dari keluhan yang dialami oleh pasien. Berdasarkan
pengkajian pola fungsional beserta data lainnya dilakukan analisis masalah
kesehatan selanjutnya dilakukan pengelompokan data untuk ditegakkan diagnosis
keperawatan dengan menggunakan NANDA.4
2. Diagnosis
Keperawatan
Diagnosis
keperawatan merupakan pernyataan perawat yang memiliki ijin dan kompeten untuk
menjelaskan respon aktual atau potensial pasien atau klien tentang masalah kesehatan untuk
dilakukan perencanaan dalam mengatasinya. Respon aktual dan potensial pasien
atau klienyang berasal dari data pengkajian, tinjauan literatur yang
berkaitan, catatan riwayat kesehatan pasien atau klien masa lalu, dan hasil konsultasi
bersama profesi lain yang kesemuanya
dikelompokkan pada tahap pengkajian.12 Para
peneliti telah mengklaim bahwa ada suatu kebutuhan untuk meningkatkan dan
memvalidasi item yang masuk dalam taksonomi NANDA International (NANDA-I) untuk Meningkatkan generalisasi, kemampuan
prediksi dan kehandalan dalam proses inferensi diagnostik, yang akan memiliki
efek positif pada penalaran klinis dan identifikasi indikator klinis yang lebih
baik dalam memprediksi terjadinya diagnosis.13 Dalam hal ini,
penelitian harus dilakukan di Populasi dan pengaturan yang berbeda untuk
mendukung dan melengkapi bukti ilmiah yang mendasari taksonomi.14
Diagnosis keperawatan adalah sebagai pembeda antara
praktik keperawaan dengan praktik kedokteran. Perawatan medis berfokus pada
patologi penyakit dan pendekatan kuratif, sedangkan fokus keperawatan adalah
pada respon manusia dan merawat. Keperawatan menekankan kebutuhan dan keunikan
individu yang beriteraksi dengan lingkungan. Diagnosis keperawatan mencakup dua
fase yaitu analisis atau sintesis data dasar menjadi pola yang bermakna dan
menuliskan pernyataan diagnosis. Analisis dimulai dengan memilah data kedalam
kategori yang termasuk dalam model yang dipilih dan mengidentifikasi pola
perilaku. Keterampilan berfikir kritis dibutuhkan untuk mengenali pola klien
dan membina hubungan yang bermakna dari data dasar. Pola perilaku pasien
termasuk isyarat, tanda dan gejala dibandingkan dengan model dan standar
kesehatan, norma ilmiah untuk mengidentifikasi masalah kesehatan. Penyebab
mendasar dari masalah klien diidentifiksi melalui berfikir kritis yang
membentuk dasar diagnosis keperawatan. Setiap diagnosis divalidasi dengan klien
atau tenaga perawatan kesehatan lain untuk memverifikasi keakuratan intepretasi
data.8
Diagnosa
keperawatan dalam proses keperawatan digunakan untuk menentukan dan menunjukkan
perawatan pasien yang berkualitas. Dalam hal ini meningkatkan
mekanisme yang reliable dan valid
dalam menentukan kebutuhan klien serta mengevaluasi efektivitas perawatan.
Proses keperawatan juga dipandang sebagai proses pemecahan masalah yang efisien
dalam membantu perawat menerapkan pengetahuan dan keterampilannya secara
efisien dan efektif.15 Penegakan diagnosis keperawatan sebagai salah satu komponen
standar asuhan keperawatan perlu dijalankan dengan baik sebagaimana diamanatkan
dalam Undang-Undang no. 38 tahun 2014 tentang keperawatan pasal 30 bahwa dalam
menjalankan tugas sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat berwenang
menetapkan diagnosis keperawatan.16
3. Perencanaan
Keperawatan
Perencanaan keperawatan yaitu langkah pembuatan
strategi atau intervensi yang dibutuhkan dalam mencegah, mengurangi, atau
mengatasi masalah pasien atau klien yang sudah teridentifikasi dan tervalidasi
pada proses perumusan diagnosis keperawatan. Perencaan keperawatan dilakukan dengan
menetapkan tujuan dan kriteria hasil yang dirumuskan dengan menggunakan NOC
sesuai dengan kondisi, perilaku, dan persepsi klien. Sedangkan rumusan
ntervensi klien menggunakan NIC dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan dasar
klien baik secara fisiologis dan psikologis. Intervensi keperawatan dapat
berupa tidakan mandiri maupun kolaborasi.2
Rencana keperawatan dibuat berdasarkan
masalah keperawatan, selanjutnya diimplementasikan dengan pertimbangan keunikan
dari pasien atau klien sebagai manusia yang hoistik. Selain itu, perawat harus
memperhatikan situasi dan kondisi tempat pelayanan kesehatan yang ada. Tujuan
dari perencanaan keperawatan adalah a) Kebutuhan administrasi meliputi: mengidentifikasi
fokus keperawatan, pembeda tanggung jawab perawat dengan profesi kesehatan
lainnya, dan menyediakan kriteria sebagai bahan evaluasi hasil keperawatan; dan
b) Kebutuhan klinik meliputi: petunjuk dalam pelaksanaan tindakan keperawatan,
sebagai alat komunikasi sesama sejawat atau dengan profesi kesehatan lainnya,
dan sebagai gambaran intervensi yang spesifik.17
Standar asuhan keperawatan memiliki tiga komponen
utama yaitu diagnosis keperawatan, intervensi dan outcome atau luaran keperawatan.18 Strategi yang
dapat dilakukan pada tahap perencanaan keperawatan adalah menentukan kriteria
hasil perawatan dan menentukan intervensi keperawatan bagi klien. Outcome atau luaran atau hasil
keperawatan merupakan aspek-aspek yang dapat diobservasi dan diukur seperti
kondisi, perilaku, atau persepsi klien individu, keluarga, atau komunitas
sebagai respon terhadap ntervensi keperawatan.19 Luaran
keperawatan dapat membantu perawat memfokuskan atau mengarahkan asuhan
keperawatan karena sebagai respon fisiologis, psikologis, sosial, perkembangan,
atau spiritual yang menunjukkan perbaikan masalah kesehatan klien.12
Luaran keperawatan ada dua jenis yaitu luaran
positif dan luaran negatif. Luaran positif menunjukan kondisi, perilaku, atau
persepsi yang sehat sehingga penetapan luaran ini akan mengarahkan pemberian
intervensi keperawatan yang bertujuan untuk meningkatkan atau memperbaiki.
Sedangkan luaran negatif menunjukkan kondisi, perilaku, atau persepsi yang tidak
sehat sehingga penetapan luaran ini akan memberikan arah pemberiana intervensi
keperawatan yang bertujuan untuk menurunkan.20 Intervensi
keperawatan merupakan segala bentuk terapi yang dikerjakan oleh perawat dengan
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai peningkatan,
pencegahan, dan pemulihan kesehatan klien individu, keluarga, dan komunitas.
Tindakan keperawatan yang bisa dilakukan meliputi tindakan observasi, tindakan
terapeutik, tindakan edukasi, dan tindakan kolaborasi.21
B. STRATEGI
INTEGRASI EVIDENCE BASED PRACTICE
Sebuah
strategi inetgrasi dalam perawatan kesehatan sesuai dengan bukti empirisdengan
menggunakan desain studi ketat serta didukung tambahan laporan aplikasi praktik
keperawatan. Berikut ada empat langkah strategi meliputi menciptakan kesadaran
dan ketertarikan, membangun pengetahuan dan komitmen, mempromosikan aksi dan adopsi,
dan mengejar integrasi dan keberlanjutan.22 Integrasi evidence based practice dalam setting praktik keperawatan dalm hal ini
akan dilakukan pada praktik keperawatan di setting
Lapas.
1. Menciptakan
Kesadaran dan Ketertarikan
Melakukan diskusi dengan staf perawat pemasyarakatan
tentang kebijakan asuhan keperawatan dan manfaat pelaksanaan asuhan keperawatan
bagi profesi perawat serta kebijakan dari organisasi PPNI. Sebagaimana
Undang-Undang keperawatan pasal 1 ayat 3 menyebutkan perawat merupakan individu
yang telah lulus dari pendidikan tinggi keperawatan yang sah diakui oleh
pemerintah dan ketentuan perundang-undangan. Pasal 1 ayat 4 menyebutkan bahwa
praktik keperawatan merupakan pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh perawat
berupa asuhan keperawatan. Pasal 1 ayat 5 menyebutkan bahwa asuhan keperawatan
merupakan serangkaian interaksi perawat dan klien atau pasien dengan
lingkungannya untuk pencapaian pemenuhan kebutuhan dan kemandirian klien atau
pasien dalam merawat dirinya. Pasal 1 ayat 12 menyebutkan bahwa fasilitas
pelayanan kesehatan merupakan alat dan atau tempat yang digunakan untuk
melakukan upaya kesehatan berupa promotif, preventif, kuratif, ataupun
rehabilitatif yang dilaksanakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah dan atau
masyarakat.5 Dari penjelasan
tersebut perawat pemasyarakatan tentunya masuk dalam semua kriteria yang telah
di sebutkan dalam Undang-Undang sebagai tenaga kesehatan atau individu yang
telah lulus pendidikan keperawatan dan bekerja di fasilitas kesehatan Lapas.
Seyogyanya perawat pemasyarakatan dalam melakukan praktik keperawatan atau
melakukan pelayanan kesehatan pada WBP menggunakan pendekatan asuhan
keperawatan.
Kebijakan profesi terkait dengan kepemilikan STR
(surat tanda regristrasi) perawat dan perpanjangan STR sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang keperawatan pasal 18 ayat 1 menyebutkan bahwa perawat wajib
memiliki STR dalam menjalankan praktiknya, pasal 18 ayat 4 menyebutkan STR
berlaku selama 5 tahun dan dapat diregistrasi ulang atau diperpanjang setiap 5
tahun, dan pasal 18 ayat 5 menyebutkan syarat memperpanjang STR meliputi STR
lama, memiliki sertifikat kompetensi atau sertifikat profesi, surat keterangan
sehat fisik dan mental, surat penyataan kepatuhan mematuhi etika profesi, sudah
mengabdikan diri dalam bidangnya, dan kecukupan dalam kegiatan pelayanan
terpenuhi, pendidikan, peltihan, dan atau kegiatan ilmiah lainnya.5
Berkaitan dengan syarat perpanjangan STR salah
satunya dengan pelatihan dan atau kegiatan ilmiah maka hal ini sangat
memberikan manfaat dalam me-refresh
atau meng-update pengetahuan perawat.
Program ini tentu membuat praktik keperawatan menjadi lebih positif dan
mengoptimalkan perawatan bagi WBP. Dengan trend
saat ini pendekatan praktik keperawatan berdasarkan bukti ilmiah atau biasa
disebut dengan evidence based practice.
Sudah banyak bukti penelitian ilmiah yang sudah dipublikasikan dalam perangkat
lunak jaringan internet komputer atau smartphone
sehingga perawat pemasyarakatan bisa meng-update
pengetahuannya dalam melakukan pelayanan kesehatan Lapas.
Dalam upaya ini perawat pemasyarakatan memerlukan
keterlibatan pimpinan pelayanan kesehatan dan kepala Lapas sebagai serapan
aspirasi dan penggunaan berkelanjutan asuha keperawatan dalam praktik perawat
pemasyarakatan. Upaya ini juga sebagai tujuan ketersediaan prasarana penunjang
dalam melakukan asuhan keperawatan seperti halnya tersedianya form pelaporan
catatan keperawatan. Upaya ini bisa dilakukan diskusi lebih lanjut atau
melakukan pertemuan khusus dengan para pimpinan Lapas beserta staf perawat
pemasyarakatan.
2. Membangun
Pengetahuan dan Komitmen
Berkembangnya ilmu pengetahuan bagi sebagian orang
dapat menjadi suatu hambatan dan bagi sebagian lainnya menjadi suatu tantangan
untuk selalu mencari ingin tahu informasi-informasi untuk meningkatkan
kompetensinya. Perawat pemasyarakatan sebagai tenaga profesional kesehatan
tentu perlu untuk meningkatkan pengetahuan dan kompetensi yang dimilikinya.
Upaya yang dibutuhkan dalam meningkatan pengetahuan dan keterampilan perawat
pemasyarakatan dengan dilakukan pelatihan sebagaimana anjuran dari Menteri
Kesehatan RI. Pelatihan sebagai langkah meningkatkan profesionalisme dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya.23
Pelatihan pada perawat pemasyarakatan sebagai langah
memperluas pengetahuan dan memperdalam area yang diperlukan perawat
pemasyarakatan dalam melakukan perawatan kesehatan WBP secara komprehensif.24 Selain itu,
bukti penelitian juga diperlukan untuk mengoptimalkan praktik keperawatan dan
mempromosikan hasil kesehatan positif bagi perawat pemasyarakatan.25 Dengan upaya
pelatihan dan penggunaan EBP dalam melakukan praktiknya, perawat pemasyarakatan
dapat memberikan pelayanan perawatan WBP secara komprehensif.
Selain upaya pendekatan dengan para pimpinan Lapas,
seyogyanya perawat pemasyarakatan juga harus memiliki komitmen untuk melakukan
asuhan keperawatan setiap saat melakukan perawatan kesehatan WBP atau dalam setiap
melakukan praktiknya. Sebagaimana dijelaskan dalam artikel yang penulis appraisal menjelaskan bahwa asuhan
keperawatan bisa dilakuka di Lapas dan bisa menggunakan pendekatan pengkajian
berdasarkan kebutuhan dasar manusia, bisa dilakukan perumusan diagnosis
keperawatan, perencanaan kriteria hasil dan intervensi keperawatan yang
selanjutnya dilakukan implementasi dan evaluasi hasil dari tindakan keperawatan
yang dilakukan sesuai dengan hasil yan diharapkan dalam kriteria hasil yang
sudah dibuat.
Pencatatan asuhan keperawatan sebagai bukti legal
tindakan keperawatan yang dilakukan perawat pemasyarakatan dalam merawat WBP.
Tujuan dari pencatatan keperawatan adalah a) Kebutuhan administrasi meliputi:
mengidentifikasi fokus keperawatan, pembeda tanggung jawab perawat dengan
profesi kesehatan lainnya, dan menyediakan kriteria sebagai bahan evaluasi
hasil keperawatan; dan b) Kebutuhan klinik meliputi: petunjuk dalam pelaksanaan
tindakan keperawatan, sebagai alat komunikasi sesama sejawat atau dengan
profesi kesehatan lainnya, dan sebagai gambaran intervensi yang spesifik.17
3. Mempromosikan
Aksi dan Adopsi
Permasalahan
kesehatan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) lebih tinggi dibandingkan populasi
umum. Permasalahan kesehatan WBP berupa penyakit fisik dan mental. Penyakit
fisik yang dialami WBP meliputi infeksi saluran napas, influenza, gonorea, tuberculosis, hepatitis, human immunodeficiency virus
(HIV), sirosis hati, patologi jantung, gastritis, dan pankreatitis. Sedangkan
penyakit mental yang diderita WBP meliputi kecanduan dan ganguan kepribadian Selanjutnya,
kecemasan, depresi, dan tingkat bunuh diri WBP lebih tinggi dibandingkan
populasi umum.26–29 Dari permasalahan yang dialami WBP tersebut bisa merujuk hasil
appraisal yang dilakukan penulis pada artikel Standardisation
of nursing care amongst patients in prison didapatkan rumusan
diagnosis keperawatan dan indikator kriteria hasil serta intervensi. Kondisi
ini bisa dilakukan pengembangan sesuai dengan temuan yang ada di lapangan atau
lahan praktik.
Temuan yang dilakukan oleh Martinez Delgado bisa
diadopsi atau bisa digunakan sebagai pengmebangan praktik keperawatan di Lapas
Jawa Tengah. Perwat pemasyarakatan bisa bekerjasama dengan institusi Perguruan
Tinggi untuk mengeksplor dan mengembangkan praktik perawat pemasyarakatan.
Dalam artikel tersebut peneliti menggunakan pendekatan pengakjian pola
fungsional dan bisa dilakukan eksplorasi sesuai dengan kebutuhan yang ada di
Lapas Jawa Tengah, artikel tersebut dalam merumuskan diagnosis keperawatan,
tujuan perawatan dan intervensi menggunakan NANDA, NOC, dan NIC ini juga bisa
diadopsi atau juga bisa dilakukan eksplorasi menggunakan pedoman yang sudah
dibuat oleh organisasi profesi keperawatan yaitu SDKI, SLKI, dan SIKI. Selain
bekerjasama dengan perguruan Tinggi perawat pemasyarakatan juga bisa diberikan
pelatihan untuk pengembangan pengetahuan dan keterampilan sehingga dalam
merawat WBP dapat dilakukan secara komprehensif dan sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan keperawatan yaitu praktik keperawatan berdasarkan bukti ilmiah
atau bukti empiris.
4. Mengejar
Integrasi dan Keberlanjutan
Melakukan diskusi bersama pimpinan tentang usulan
pencatatan laporan praktik keperawatan (asuhan keperawatan), aturan-aturan,
standar operasional prosedur, dan harapan yang ingin dicapai. Integrasi
rekomendasi praktik klinis dalam perawatan sehari-hari membutuhkan strategi
tambahan oleh tim klinis dan para pemimpin senior termasuk juga sistem sosial
budaya organisasi dalam memfasilitasi komitmen tambahan penggunaan
berkelanjutan dari praktik-praktik baru.30 Membangun
perubahan praktik dalam sistem organisasi membutuhkan strategi tambahan sebagai
promosi penggunaan berkelanjutan yang berpengaruh dengan keuangan organisasi.31,32 Dukungan
menetapkan aturan-aturan baru dalam praktik dengan menggabungkan perubahan
praktik dalam proses peninjauan komitmen dari masing-masing individu sebagai
dukungan untuk keberkelanjutannya perubahan praktik.22
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Asuhan
keperawatan adalah bentuk praktik yang diberikan perawat kepada pasien atau
klien baik perorangan, keluarga, kelompok atau komunitas. Perawat sebagai
tenaga prosesional yag diakui oleh konstitusi melalui Undang-Undang keperawatan
no. 38 tahun 2014 tentang keperawatan selayaknya memeberikan pelayanan
keperawatan yang optimal sesuai degan standar praktik keperawatan. Setiap
pasien atau klien dimanapun jika datang kepada perawat mengeluh tentang masalah
kesehatan maka perawat dalam memberikan solusi dengan menggunakan asuhan
keperawatan. Perawat menggunakan langkah-langkah asuhan keperawatan. Ada 3
langkah utama yang harus dilakukan oleh perawat yaitu pengkajian keperawatan,
diagnosis keperawatan, dan perencanaan keperawatan.
Tahap
pengakajian, perawat melakukan pengumpulan data, mengelompokkan data yang
relevan dari data subjektif maupun data objektif. Cara dalam mengumpulkan data
tersebut, perawat dapat melakukan dengan pemikiran yang kritis melakukan
wawancara tentang kondisi aktual pasien yang diutarakan melalui keluhan yang
disampaiakan. Perawat juga melakukan observasi kondisi yang terjadi pada pasien
dan melakukan observasi dari catatan tenaga kesehatan lainnya seprti riwayat
penyakit sebelumnya atau perawatan sebelumnya. Selain melakukan wawancara dan
observasi perawat juga perlu melakukan pemeriksaan fisik secara komprehesif
untuk mendapatkan data yang valid mengenai kondisi pasien.
Tahap
diagnosis, data yang dikumpulkan perawat melalui proses pengkajian selanjutnya
perawat melakukan analisis data untuk melakukan perumusan masalah keperawatan
pasien atau diagnosis keperawatan pasien. Perumusan diagnosis ini bersifat
aktual, risiko ataupun potensial tentang kondisi kesehatan pasien. Perumusan
diagnosis bisa dilakukan oleh perawat menggunakan pedoman NANDA sebagaimana
yang dilakukan oleh peneliti di Lapas Soria dalam bukti penelitian yang
dilakukan penilaian evidence di
makalah ini oleh penulis. Dalam penelitian yang dilakukan didapatkan masaah
keperawatan atau diagnosis keperawatan sebanyak 18 diagnosis yang didasarkan
pada pengelompokan sampel sesuai patologi medis dan kemudian dilakukan
pengkajian sebelas pola fungsional Gordon.
Tahap
perencanaan, tahap ini terdapat dua bagian yaitu perumusan kritera hasil atau outcome atau luaran dan perumusan
rencana intervensi keperawatan. Perencaan keperawatan dilakukan dengan
menetapkan tujuan dan kriteria hasil yang dirumuskan dengan menggunakan NOC
sesuai dengan kondisi, perilaku, dan persepsi klien. Sedangkan rumusan
ntervensi klien menggunakan NIC dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan dasar
klien baik secara fisiologis dan psikologis. Intervensi keperawatan dapat
berupa tidakan independent maupun dependent. Dalam bukti penelitian yang
dilakukan appraisal oleh penulis
luaran yang dirumuskan berjumlah 46 klasifikasi dan intervensi yang dirumuskan
terdapat 65 klasifikasi bedasarkan 18 diagnosis keperawatan yang dirumuskan
oleh peneliti.
B. SARAN
1. Peningkatan
motivasi perawat pemasyarakatan dalam melakukan asuhan keperawatan dalam
memberikan perawatan pada WBP yang mengalami masalah kesehatan.
2. Penyediaan
sarana atau material pencatatan asuhan keperawatan.
3. Dukungan
fasilitasi pelatihan dan upgrade ilmu
pengetahuan tentang keperawatan dari Instansi integral Kemenkum-HAM bagi
perawat pemasyarakatan.
REFERENSI:
1. Ali Z.
Pengantar keperawatan keluarga. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997.
2. Riasmini NM,
Permatasari H, Chairani R, Astuti NP, Ria RTTM, Handayani TW. Panduan asuhan
keperawatan individu, keluarga, kelompok, dan komunitas dengan modifikasi
NANDA, ICNP, NOC, NIC di Puskesmas dan masyarakat. Sahar J, Riyanto, Wiarsih W,
editors. Jakarta: UI-Press; 2017. 2,43,51,55.
3. Allen CV.
Comprehending the nursing process. A Workbook approach alih bahasa: Christianti
Effendy. 1st ed. Setiawan, editor. Jakarta: EGC; 1998. 1 p.
4. Martínez-delgado
MM. Standardisation of nursing care amongst patients in Prison. Rev Esp Sanid
Penit [Internet]. 2014;16:17. Available from: http://jcx.sagepub.com
5. Kementrian
Sekretariat Negara RI Bidang Prundang-undangan. Undang-undang no. 38 tahun 2014
tentang keperawatan. Jakarta; 2014.
6. Suprajitno.
Asuhan keperawatan keluarga: aplikasi dalam praktik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2003.
7. Rosdahl CB,
Kowalski MT. Buku ajar keperawatan dasar alih bahasa Wuri Praptian Vol. 2. 10th
ed. Mardella EA, Yulianti D, editors. Jakarta: EGC; 2014. 459–463 p.
8. Christensen
PJ, Kenney JW. Nursing process: aplication of conceptual models. alih bahasa
oleh Yuyun Yuningsih dan Yasmin Asih. 4th ed. Anggota IKAPI, editor. Jakarta:
EGC; 2009. 15 p.
9. Bawaulu T.
Data-data dan teknik yang digunakan pada pengkajian dalam proses keperawatan.
dokumentasi proses keperawatan. 2007;2.
10. Asmadi. Konsep
dasar keperawatan. Jakarta: EGC; 2008.
11. Dinarti,
Mulyanti Y. Dokumentasi keperawatan. 1st ed. Jakarta: Pusat Pendidikan SDM
Kesehatan Kemenkes RI; 2017. 5 p.
12. Potter PA,
Perry AG. Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses, dan teori volume1.
Jakarta: EGC; 2005. p. 144–216.
13. Lopes MV de O,
Silva VM da, Araujo TL de. Methods for Establishing the Accuracy of Clinical
Indicators in Predicting Nursing Diagnoses. Int J Nurs Knowl. 2012;
14. Herdman, T. H.
& K. NANDA international nursing diagnoses: definitions and classification
2015–2017. Oxford: Wiley Blackwell; 2014.
15. Lindsey E,
Hartrick G. Health-promoting nursing practice: the demise of the nursing
process. J Adv Nurs. 1996;23:109.
16. Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI). Jakarta: BKKBN; 2017. p. 138.
17. Rohmah N, Walid
S. Proses keperawatan: teori dan aplikasi. 2nd ed. Aziz Safa, editor.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media; 2009. 19 p.
18. Tim Pokja SLKI
DPP PPNI. Standar luaran keperawatan Indonesia. Persatuan Perawat Nasional
Indonesia; 2019.
19. Tim Pokja SLKI
DPP PPNI. Nursing outcomes: instalments for visualing the effectiveness of
nursing care. In SLKI definisi dan criteria hasil keperawatan edisi 1 cetakan
ke 2. PPNI. 1st ed. Jakarta: DPP PPNI; 2019. 8–9 p.
20. Pengurus Pusat
PPNI. Standar praktik Persatuan Perawat Nasional Indonesia ( PPNI ) [Internet].
Jakarta: Bidang Organisasi PPNI; 2005. p. 1–18. Available from:
http://www.inna-ppni.or.id
21. Tim Pokja SIKI
DPP PPNI. Standar intervensi keperawatan Indonesia. 1st ed. Jakarta: Persatuan
Perawat Nasional Indonesia; 2018.
22. Cullen L, Adams
SL. Planning for implementation of evidence-based practice. JONA.
2012;42(4):222–30.
23. Menteri
Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor:
725/Menkes/SK/V/2003 tentang pedoman penyelenggaraan pelatihan di bidang
kesehatan. Jakarta; 2003.
24. Coll Cámara A.
El Fenomen de la Infermeria Penitenciària: una proposta formativa [Internet].
2014. 460 p. Available from: http://hdl.handle.net/10803/146138
25. Almost J,
Gifford WA, Doran D, Ogilvie L, Miller C, Rose DN, et al. Correctional nursing:
a study protocol to develop an educational intervention to optimize nursing
practice in a unique context. Implement Sci [Internet]. 2013;8(1):1. Available
from: Implementation Science
26. Singleton N,
Meltzer H, Gatward R. Psychiatric morbidity among prisoners: summary report.
the Goverment Statistical Service; 1998.
27. Central for
Disease Control. Prevention and control of tuberculosis in correctional
facilities recommendations of the advisory council for the elimination of
tuberculosis. 1996;45(Cdc):1–34.
28. Fazel S, Grann
M, Kling B, Hawton K. Prison suicide in 12 countries: an ecological study of
861 suicides during 2003-2007. Soc Psychiatry Psychiatr Epidemiol.
2011;46(3):191–5.
29. Fraser A.
Primary health care in Prisons. Prison Heal. 2013;173–9.
30. Doran D. An
outcomes framework for knowledge trans- lation. in: Bick D, Graham I, eds.
evaluating the impact of implementing evidence-based practice. United Kingdom:
Wiley-Blackwell Publishing and Sigma Theta Tau; 2010. 67–85 p.
31. McInery T, Cull
W, Yudkowsky B. Physician reimbursement levels and adherence to American
Academy of Pediatrics well-being and immunization recommendations. Pediatrics.
2005;115(4):833–8.
32. Sturm H,
Austvoll-Dahlgren A, Aaserud M, et. al. Pharmaceutical policies: effects of
financial incentives for prescribers. Cochrane Database Syst Rev. 2007;3.
Comments
Post a Comment