A. Fenomena
Nyeri merupakan sensori yang penting bagi tubuh
sebagai hasil stimulasi dari reseptor sensorik, adanya provokasi saraf-saraf
sensorik nyeri menghasilkan reaksi ketidaknyamanan, distress, dan penderitaan1. Nyeri dapat
ditimbulkan karena efek dari penyakit-penyakit tertentu atau diakibatkan karena
cedera. Jika kondisi tersebut terjadi, konsep keperawatan diarahkan untuk
mengontrol rasa nyeri dan mengembalikan pada kondisi nyaman. Akan tetapi hal
yang terkadang menyulitkan dalam melakukan penatalaksanaan nyeri adalah rasa
nyeri bersifat subjektif, dan setiap orang akan menaggapi berbeda-beda terhadap
rasa nyeri yang dirasakan2. Pada praktik
klinik sering dijumpai dua keluhan yaitu gangguan tidur ataupun nyeri kepala. Dalam
berbagai penelitian hubungan antara gangguan tidur dan nyeri kepala telah lama menjadi
perhatian para peneliti. Tidur diperkirakan dapat mengurangi rasa nyeri kepala,
akan tetapi sebaliknya dapat pula memprovokasi timbulnya rasa nyeri kepala3,4.
Permasalahan nyeri banyak dijumpai
misalnya nyeri muskuloskeletal di leher menjadi salah satu permasalahan
kesehatan pada masyarakat modern, sebuah penelitian menunjukkan hasil bahwa
prevalensi nyeri muskuloskeletal di leher pada masyarakat selama 1 tahun dengan
besaran 40% dan prevalensi nyeri muskuloskeletal di leher pada pekerja besarnya berkisar antara 6-76%5. Pada pasien
kanker stadium lanjut, nyeri digambarkan dari skala sedang sampai dengan skala
parah berkisar antara 40-50% dan sebagian lagi mengungkap skala nyeri sangat
parah sekitar 20-30%6–8.
Hasil
survei di beberapa sekolah mendapatkan hasil tinggi berhubungan dengan nyeri
tulang belakang khususnya LBP (Long Back
Pain) pada anak–anak dan remaja. Angka prevalensi di beberapa Negara didapatkan
hasil bervariasi seperti di Finlandia sebesar 20%, Inggris sebesar 27%, Kanada sebesar
33%, Amerika Serikat sebesar 36%, dan Prancis sebesar 51%. Selanjutnya penelitian
yang dilakukan pada anak-anak umur 11-14 tahun di New Zeland menunjukkan hasil sebesar
48% mengalami LBP. Prevalensi gangguan muskuloskeletal selama satu bulan
sebelumnya menunjukan hasil di leher 36%, punggung 23%, dan pinggang 35%9.
Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Nainggolan (2009) menunjukkan hasil bahwa wanita
lebih mempunyai resiko remtik 1,15 kali dibandingkan pria. Dan resiko rematik
paling tinggi terdapat pada kelompok usia 65 tahun lebih dengan resiko 14,42
kali dibandingkan dengan kelompok usia 15-24 tahun. Orang dengan berat badan
kurus berisiko 1,03 kali dibandingkan dengan orang dengan berat badan normal
sedangkan orang dengan berat badan obesitas mempunyai resiko 1,5 kali
dibandingkan dengan orang dengan berat badan normal10. Salah satu gejala
yang sering dikeluhkan orang dengan rematik adalah rasa nyeri11.
Kontrol nyeri menjadi permasalahan signifikan dalam pelayanan kesehatan diseluruh dunia, keefektifan penanganan nyeri tergantung pada penilaian dan pemeriksaan nyeri yang dilakukan secara komprehensif yang didapatkan dari informasi subjektif ataupun objektif klien12.
Penelitiailakukan
oleh Tusek (1996) tentang guided imagery pada pasien yang menjalani
operasi kolorektal elektif dengan nyeri pasca operasi tinggi, nyeri berkurang
sebesar 40 hingga 60 persen, kebutuhan opioid oleh 44 persen, dan durasi ileus
pasca operasi sebesar 37 persen13. Penelitian
yang dilakukan oleh Rosida dan Yuli (2014) menunjukkan adanya pengaruh teknik
relaksasi guided imagery terhadap
intensitas nyeri pasca operasi laparatomy di RS Dr. Moewardi Surakarta14.
B. Review
Literature
1. Pengertian
Guided Imagery
Guided
Imagery (imajinasi terbimbing) adalah upaya untuk menciptakan kesan dalam
pikiran klien, kemudian berkonsentrasi pada kesan tersebut sehingga secara
bertahap dapat menurunkan persepsi klien terhadap nyeri (Prasetyo, 2010).
Guided
imagery adalah metode relaksasi untuk mengkhayalkan tempat dan kejadian
berhubungan dengan rasa relaksasi yang menyenangkan. Khayalan tersebut
memungkinkan klien memasuki keadaan atau pengalaman relaksasi (Kaplan &
Sadock, 2010).
Mendorong
untuk mengkhayal (Guided imagery) yaitu melakukan bimbingan yang baik kepada
klien untuk mengkhayal (Asmadi, 2008).
2. Tujuan
Guided Imagery
Tujuan
dari guided imagery adalah mengerahkan secara lembut seseorang kedalam keadaan
dimanan pikiran mereka tenang dan tetap. Teknik ini dapat mengurangi nyeri, mempercepat
penyembuhan yang efektif dan membantu tubuh mengurangi berbagai macam penyakit
seperti depresi, alergi dan asma (Sugeng, 2011).
3.
Macam-macam Teknik Guided Imagery
Berdasarkan
pada penggunaannya terdapat beberapa macam teknik Sugeng (2011) :
a.
Guided
Walking Imagery
Teknik ini ditemukan
oleh psikoleuner. Pada teknik ini
pasien dianjurkan untuk mengimajinasikan pemandangan standar seperti padang
rumput, pegunungan, pantai dll.
b.
Autogenic
Abstraction
Dalam teknik ini pasien
diminta untuk memilih sebuah perilaku negatif yang ada dalam pikirannya
kemudian pasien mengungkapkan secara verbal tanpa batasan. Bila berhasil akan
tampak perubahan dalam hal emosional dan raut muka pasien.
c.
Covert
Sensitization
Teknik ini berdasar
pada paradigma reinforcement yang
menyimpulkan bahwa proses imajinasi dapat dimodifikasi berdasarkan pada prinsip
yang sama dalam modifikasi perilaku.
d.
Covert
Behaviour Rehearsal
Teknik ini mengajak
seseorang untuk mengimajinasikan perilaku koping yang dia inginkan. Teknik ini
lebih banyak digunakan.
4. Pelaksanaan
Guided Imagery
Pengaturan
posisi yang nyaman pada klien. Dengan suara yang lembut, klien dibawa menuju ke
tempat spesial dalam imajinasi mereka (misal: sebuah pantai pasir putih, air
terjun, taman bunga, dan pegunungan). Mereka dapat merasa aman dan bebas dari
dari segala gangguan. Meminta klien untuk tetap fokus pada bayangan yang
menyenangkan sambal merelaksasikan tubuhnya. Teknik Guided Imagery, dapat juga
digunakan audio tape dengan musik yang lembut atau suara-suara alam sebagai
background. Waktu yang digunakan 15 menit (Asmadi, 2008).
Prosedur
pelaksanaan guided imagery :
a. Mengatur
posisi yang nyaman menurut pasien sesuai kondisi pasien (duduk/berbaring).
b. Klien
menutup mata.
c. Letakkan
tubuh senyaman-nyamannya.
d. Periksa
otot-otot klien dalam keadaan relaks.
e. Ambil
nafas melalui hidung, tahan sebentar, dan keluarkan melalui mulut
perlahan-lahan (sesuai bimbingan).
f. Minta
klien untuk membayangkan hal-hal yang menyenangkan atau keindahan, dan pastikan
klien mampu melakukannya.
g. Kalau
perlu tanyakan kepada klien, bila belum bisa dan gagal, Secara terbimbing
perawat meminta klien untuk melakukan imaginasi sesuai dengan ilustrasi yang
dicontohkan perawat.
h. Biarkan
klien menikmati imaginasinya.
i.
Setelah terlihat adanya respon bahwa klien
mampu, dan waktu dalam rentang 15 menit, minta klien untuk membuka mata.
Referensi :
1. Raylene,
Rospond M. Penilaian nyeri. terj D Lyrawati, 2009. 2008;133–63.
2. Andarmoyo,
Sulistyo. Konsep dan proses keperawatan nyeri. Rose KR, editor. Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media; 2013. 6 p.
3. Yagihara F,
Lucchesi LM, Smith aNNA kARLA aLVES,
S jOSE gERALDO. Primary headaches and
their relationship with sleep. Sleep Sci. 2012;55(11):28–32.
4. Rains JC,
Poceta JS PD. Sleep and headaches. Curr Neurol Neurosci Rep. 2008;8(2):167–75.
5. Ariens, Wal G
Van Der, Bouter LM, Mechelen W Van. Are neck flexion, neck rotation, and
sitting at work risk factors for neck pain? Results of a prospective cohort
study. Occup Env Med. 2001;58:200–7.
6. Daud RL, CS C.
The prevalence and severity of pain in cancer. 1982. 1913–1918 p.
7. Ripamonti C,
Dickerson ED. Strategies for the treatment of cancer pain in the new
millennium. 2001;61(7):955–77.
8. Roenn JH Von,
Cleeland CS, Gonin R, Hatfield AK, Pandya KJ. Physician attitudes and practice
in cancer pain management : A Survey from the eastern cooperative oncology
group. Ann Intern Med. 1993;119(2):121–6.
9. Legg SJ,
Trevelyan FC, And M-PC, Fuchs B. Spinal musculoskeletal discomfort in New
Zealand intermediate school. 2003; Available from:
http://education.umn.edu/kls/ocee/pdfs/jea2003leggspinalhlth.pdf
10. Nainggolan O.
Prevalensi dan determinan penyakit rematik di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia
[Internet]. 2009;593. Available from:
http://education.umn.edu/kls/ocee/pdfs/jea2003leggspinalhlth.pdf
11. Direktorat Bina
Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan
Departemen Kesehatan. Pharmaceutical care untuk pasien penyakit arthritis
rematik. 2006;31.
12. Field, L. H.
Pain. New York: McGraw-Hill; 1987. 32 p.
13. Tusek DL,
Strong SA, Grass JA, Fazio VW. Guided imagery : A Significant advance in the
care of patients undergoing elective colorectal surgery. Dep Color Surg.
1996;40(2):172–8.
14. Rosida Y,
Wudyastuti Y. Pengaruh teknik relaksasi guided imagery terhadap intensitas
nyeri pada pasien post operasi laparatomy di RS Dr. Moewardi Surakarta. Jurna
Kebidanan. 2014;VI(02):79.
Comments
Post a Comment