Skip to main content

Trustworthiness of Data

  Menurut Guba dan Lincoln kriteria penelitian dapat dipercaya dalam menampilkan fenomena yang mendukung keakuratan penelitian, meliputi: 1.       Credibility merupakan penelitian dipercaya ketika partisipan mengakui temuan penelitian sebagai pengalamannya. 2.       Dependability merupakan data yang didapatkan stabil pada setiap waktu dan kondisi. Proses penelitian logis, dapat dilacak, dan pendokumentasian jelas. 3.       Conformability merupakan objektivitas data atau kenetralan data yang menunjukkan bahwa intepretasi dan temuan penelitian jelas berasal dari data serta sebagai petunjuk sebuah kesimpulan dan intepretasi telah di capai. Transferability merupakan generalisasi penerapan hasil penelitian untuk diterapkan pada tempat atau kondisi yang setara.

EVIDENCES BASE PRACTICE (EBP) GUIDED IMAGERY


 A.    Fenomena

Nyeri merupakan sensori yang penting bagi tubuh sebagai hasil stimulasi dari reseptor sensorik, adanya provokasi saraf-saraf sensorik nyeri menghasilkan reaksi ketidaknyamanan, distress, dan penderitaan1. Nyeri dapat ditimbulkan karena efek dari penyakit-penyakit tertentu atau diakibatkan karena cedera. Jika kondisi tersebut terjadi, konsep keperawatan diarahkan untuk mengontrol rasa nyeri dan mengembalikan pada kondisi nyaman. Akan tetapi hal yang terkadang menyulitkan dalam melakukan penatalaksanaan nyeri adalah rasa nyeri bersifat subjektif, dan setiap orang akan menaggapi berbeda-beda terhadap rasa nyeri yang dirasakan2. Pada praktik klinik sering dijumpai dua keluhan yaitu gangguan tidur ataupun nyeri kepala. Dalam berbagai penelitian hubungan antara gangguan tidur dan nyeri kepala telah lama menjadi perhatian para peneliti. Tidur diperkirakan dapat mengurangi rasa nyeri kepala, akan tetapi sebaliknya dapat pula memprovokasi timbulnya rasa nyeri kepala3,4.

Permasalahan nyeri banyak dijumpai misalnya nyeri muskuloskeletal di leher menjadi salah satu permasalahan kesehatan pada masyarakat modern, sebuah penelitian menunjukkan hasil bahwa prevalensi nyeri muskuloskeletal di leher pada masyarakat selama 1 tahun dengan besaran 40% dan prevalensi nyeri muskuloskeletal di leher pada pekerja  besarnya berkisar antara 6-76%5. Pada pasien kanker stadium lanjut, nyeri digambarkan dari skala sedang sampai dengan skala parah berkisar antara 40-50% dan sebagian lagi mengungkap skala nyeri sangat parah sekitar 20-30%6–8.

Hasil survei di beberapa sekolah mendapatkan hasil tinggi berhubungan dengan nyeri tulang belakang khususnya LBP (Long Back Pain) pada anak–anak dan remaja. Angka prevalensi di beberapa Negara didapatkan hasil bervariasi seperti di Finlandia sebesar 20%, Inggris sebesar 27%, Kanada sebesar 33%, Amerika Serikat sebesar 36%, dan Prancis sebesar 51%. Selanjutnya penelitian yang dilakukan pada anak-anak umur 11-14 tahun di New Zeland menunjukkan hasil sebesar 48% mengalami LBP. Prevalensi gangguan muskuloskeletal selama satu bulan sebelumnya menunjukan hasil di leher 36%, punggung 23%, dan pinggang 35%9.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nainggolan (2009) menunjukkan hasil bahwa wanita lebih mempunyai resiko remtik 1,15 kali dibandingkan pria. Dan resiko rematik paling tinggi terdapat pada kelompok usia 65 tahun lebih dengan resiko 14,42 kali dibandingkan dengan kelompok usia 15-24 tahun. Orang dengan berat badan kurus berisiko 1,03 kali dibandingkan dengan orang dengan berat badan normal sedangkan orang dengan berat badan obesitas mempunyai resiko 1,5 kali dibandingkan dengan orang dengan berat badan normal10. Salah satu gejala yang sering dikeluhkan orang dengan rematik adalah rasa nyeri11.

Kontrol nyeri menjadi permasalahan signifikan dalam pelayanan kesehatan diseluruh dunia, keefektifan penanganan nyeri tergantung pada penilaian dan pemeriksaan nyeri yang dilakukan secara komprehensif yang didapatkan dari informasi subjektif ataupun objektif klien12.

Penelitiailakukan oleh Tusek (1996) tentang guided imagery pada pasien yang menjalani operasi kolorektal elektif dengan nyeri pasca operasi tinggi, nyeri berkurang sebesar 40 hingga 60 persen, kebutuhan opioid oleh 44 persen, dan durasi ileus pasca operasi sebesar 37 persen13. Penelitian yang dilakukan oleh Rosida dan Yuli (2014) menunjukkan adanya pengaruh teknik relaksasi guided imagery terhadap intensitas nyeri pasca operasi laparatomy di RS Dr. Moewardi Surakarta14.

 

B.     Review Literature

1.      Pengertian Guided Imagery

Guided Imagery (imajinasi terbimbing) adalah upaya untuk menciptakan kesan dalam pikiran klien, kemudian berkonsentrasi pada kesan tersebut sehingga secara bertahap dapat menurunkan persepsi klien terhadap nyeri (Prasetyo, 2010).

Guided imagery adalah metode relaksasi untuk mengkhayalkan tempat dan kejadian berhubungan dengan rasa relaksasi yang menyenangkan. Khayalan tersebut memungkinkan klien memasuki keadaan atau pengalaman relaksasi (Kaplan & Sadock, 2010).

Mendorong untuk mengkhayal (Guided imagery) yaitu melakukan bimbingan yang baik kepada klien untuk mengkhayal (Asmadi, 2008).

 

2.      Tujuan Guided Imagery

Tujuan dari guided imagery adalah mengerahkan secara lembut seseorang kedalam keadaan dimanan pikiran mereka tenang dan tetap. Teknik ini dapat mengurangi nyeri, mempercepat penyembuhan yang efektif dan membantu tubuh mengurangi berbagai macam penyakit seperti depresi, alergi dan asma (Sugeng, 2011).

 

3.      Macam-macam Teknik Guided Imagery

Berdasarkan pada penggunaannya terdapat beberapa macam teknik Sugeng (2011) :

a.      Guided Walking Imagery

Teknik ini ditemukan oleh psikoleuner. Pada teknik ini pasien dianjurkan untuk mengimajinasikan pemandangan standar seperti padang rumput, pegunungan, pantai dll.

b.      Autogenic Abstraction

Dalam teknik ini pasien diminta untuk memilih sebuah perilaku negatif yang ada dalam pikirannya kemudian pasien mengungkapkan secara verbal tanpa batasan. Bila berhasil akan tampak perubahan dalam hal emosional dan raut muka pasien.

c.       Covert Sensitization

Teknik ini berdasar pada paradigma reinforcement yang menyimpulkan bahwa proses imajinasi dapat dimodifikasi berdasarkan pada prinsip yang sama dalam modifikasi perilaku.

d.      Covert Behaviour Rehearsal

Teknik ini mengajak seseorang untuk mengimajinasikan perilaku koping yang dia inginkan. Teknik ini lebih banyak digunakan.

 

4.      Pelaksanaan Guided Imagery

Pengaturan posisi yang nyaman pada klien. Dengan suara yang lembut, klien dibawa menuju ke tempat spesial dalam imajinasi mereka (misal: sebuah pantai pasir putih, air terjun, taman bunga, dan pegunungan). Mereka dapat merasa aman dan bebas dari dari segala gangguan. Meminta klien untuk tetap fokus pada bayangan yang menyenangkan sambal merelaksasikan tubuhnya. Teknik Guided Imagery, dapat juga digunakan audio tape dengan musik yang lembut atau suara-suara alam sebagai background. Waktu yang digunakan 15 menit (Asmadi, 2008).

Prosedur pelaksanaan guided imagery :

a.       Mengatur posisi yang nyaman menurut pasien sesuai kondisi pasien (duduk/berbaring).

b.      Klien menutup mata.

c.       Letakkan tubuh senyaman-nyamannya.

d.      Periksa otot-otot klien dalam keadaan relaks.

e.       Ambil nafas melalui hidung, tahan sebentar, dan keluarkan melalui mulut perlahan-lahan (sesuai bimbingan).

f.       Minta klien untuk membayangkan hal-hal yang menyenangkan atau keindahan, dan pastikan klien mampu melakukannya.

g.      Kalau perlu tanyakan kepada klien, bila belum bisa dan gagal, Secara terbimbing perawat meminta klien untuk melakukan imaginasi sesuai dengan ilustrasi yang dicontohkan perawat.

h.      Biarkan klien menikmati imaginasinya.

i.        Setelah terlihat adanya respon bahwa klien mampu, dan waktu dalam rentang 15 menit, minta klien untuk membuka mata.

 


 

Referensi :

1.        Raylene, Rospond M. Penilaian nyeri. terj D Lyrawati, 2009. 2008;133–63.

2.        Andarmoyo, Sulistyo. Konsep dan proses keperawatan nyeri. Rose KR, editor. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media; 2013. 6 p.

3.        Yagihara F, Lucchesi LM, Smith  aNNA kARLA aLVES, S  jOSE gERALDO. Primary headaches and their relationship with sleep. Sleep Sci. 2012;55(11):28–32.

4.        Rains JC, Poceta JS PD. Sleep and headaches. Curr Neurol Neurosci Rep. 2008;8(2):167–75.

5.        Ariens, Wal G Van Der, Bouter LM, Mechelen W Van. Are neck flexion, neck rotation, and sitting at work risk factors for neck pain? Results of a prospective cohort study. Occup Env Med. 2001;58:200–7.

6.        Daud RL, CS C. The prevalence and severity of pain in cancer. 1982. 1913–1918 p.

7.        Ripamonti C, Dickerson ED. Strategies for the treatment of cancer pain in the new millennium. 2001;61(7):955–77.

8.        Roenn JH Von, Cleeland CS, Gonin R, Hatfield AK, Pandya KJ. Physician attitudes and practice in cancer pain management : A Survey from the eastern cooperative oncology group. Ann Intern Med. 1993;119(2):121–6.

9.        Legg SJ, Trevelyan FC, And M-PC, Fuchs B. Spinal musculoskeletal discomfort in New Zealand intermediate school. 2003; Available from: http://education.umn.edu/kls/ocee/pdfs/jea2003leggspinalhlth.pdf

10.      Nainggolan O. Prevalensi dan determinan penyakit rematik di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia [Internet]. 2009;593. Available from: http://education.umn.edu/kls/ocee/pdfs/jea2003leggspinalhlth.pdf

11.      Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan. Pharmaceutical care untuk pasien penyakit arthritis rematik. 2006;31.

12.      Field, L. H. Pain. New York: McGraw-Hill; 1987. 32 p.

13.      Tusek DL, Strong SA, Grass JA, Fazio VW. Guided imagery : A Significant advance in the care of patients undergoing elective colorectal surgery. Dep Color Surg. 1996;40(2):172–8.

14.      Rosida Y, Wudyastuti Y. Pengaruh teknik relaksasi guided imagery terhadap intensitas nyeri pada pasien post operasi laparatomy di RS Dr. Moewardi Surakarta. Jurna Kebidanan. 2014;VI(02):79. 

Comments

Popular posts from this blog

LP NSTEMI

KONSEP DASAR NSTEMI A.       PENGERTIAN NSTEMI adalah  adanya ketidakseimbangan antara pemintaan dan suplai oksigen ke miokardium terutama akibat penyempitan arteri koroner akan menyebabkan iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan (Sylvia,2009). Unstable Angina (UA) dan Non ST Elevasi Infark Miokard diketahui merupakan suatu kesenambungan dengan kemiripan patofisiologis dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard  berupa peningkatan biomarker jantung (Sudoyo, 2009). Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyeb

Diagnosa nanda nic noc defisiensi kesehatan komunitas

WOC DISTRESS SPIRITUAL