Menurut Guba dan Lincoln kriteria penelitian dapat dipercaya dalam menampilkan fenomena yang mendukung keakuratan penelitian, meliputi: 1. Credibility merupakan penelitian dipercaya ketika partisipan mengakui temuan penelitian sebagai pengalamannya. 2. Dependability merupakan data yang didapatkan stabil pada setiap waktu dan kondisi. Proses penelitian logis, dapat dilacak, dan pendokumentasian jelas. 3. Conformability merupakan objektivitas data atau kenetralan data yang menunjukkan bahwa intepretasi dan temuan penelitian jelas berasal dari data serta sebagai petunjuk sebuah kesimpulan dan intepretasi telah di capai. Transferability merupakan generalisasi penerapan hasil penelitian untuk diterapkan pada tempat atau kondisi yang setara.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Kemajuan teknologi
yang disertai keberhasilan pemerintah
dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai
bidang, yaitu adanya kemajuan eknomi, kemajuan ilmu pengetahuan serta
keberhasilan dalam program kesehatan. Keberhasilan tersebut berdampak terhadap
meningkatkan umur harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah penduduk yang berusia
lanjut cenderung meningkat.
Secara individu,
pada usia di atas 55 tahun terjadi proses penuaan secara alamiah. Hal ini akan
menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi dan psikologis. Dengan
bergesernya pola perekonomian dari pertanian ke industri maka pola penyakit
pada lansia juga bergeser dari penyakit menular menjadi degeneratif.
Survei rumah tangga
tahun 1980, angka kesakitan penduduk usia lebih dari 55 tahun sebesar 25,70%
diharapkan pada tahun 2000 nanti angka tersebut menjadi 12,30% (Depkes RI,
Pedoman Pembinaan Kesehatan Lanjut Usia Bagi Petugas Kesehatan I, 1992).
Perawatan terhadap
pasien lansia merupakan tanggung jawab keluarga dan pemerintah khususnya Dinas
social dan tenaga kesehatan. Perubahan – perubahan kecil dalam kemampuan
seorang pasien lansia untuk melaksanakan aktivitas sehari – hari atau perubahan
kemampuan seorang pemberi asuhan keperawatan dalam memberikan dukungan hendaknya
memiliki kemampuan untuk mengkaji aspek fungsional, sosial, dan aspek – aspek
lain dari kondisi klien lansia.
Berkaitan dengan peran pemberi
asuhan keperawatan, perawat sebagai salah satu kompetensi yang harus diemban,
maka dirasa perlu untuk mengadakan praktek keperawatan klinik khususnya pada
klien lansia sebagai konteks keperawatan gerontik..
B.
Tujuan
Untuk mengetahui dan memberikan asuhan keperawatan gerontik
dengan hipertensi.
BAB II
TINJAUAN TEORI
KONSEP DASAR LANSIA
A.
Batasan Lansia
Menurut oraganisasi kesehatan
dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
a.
Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai
59 tahun.
b.
Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahu
c.
Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun
d.
Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun
B.
Teori Proses Menua
1.
Teori – teori biologi
a.
Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah
terprogram secara genetik untuk spesies – spesies tertentu. Menua terjadi
sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul – molekul /
DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas
adalah mutasi dari sel – sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional
sel).
b.
Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres
menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)
c.
Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
lp-askepgerontik-HT.azam.bloggespot.com
lp-gerontik-hipertensi.azam.bloggespot.comDi dalam proses metabolisme
tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang
tidaktahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan
sakit.
d.
Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem imune menjadi efektif
dengan bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkab
kerusakan organ tubuh.
e.
Teori stress
Menua terjadi akibat hilangnya
sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres
menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
f.
Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk
dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan
osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal
bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
g.
Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang ,
reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen.
Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya fungsi.
h.
Teori program
Kemampuan organisme untuk
menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut mati.
2.
Teori kejiwaan sosial
a.
Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Ketentuan akan meningkatnya pada
penurunan jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia
lanjut yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan
sosial.
Ukuran optimum (pola hidup)
dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia. Mempertahankan hubungan antara
sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut
usia
b.
Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah
laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan dari teori
diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang
yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
c.
Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan
bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari
kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia
menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi
kehilangan ganda (triple loss), yakni :
1)
kehilangan peran
2)
hambatan kontak sosial
3)
berkurangnya kontak komitmen
C.
Permasalahan Yang Terjadi Pada Lansia
Berbagai permasalahan yang
berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan lanjut usia, antara lain:
(Setiabudhi, T. 1999 : 40-42)
1.
Permasalahan umum
a.
Makin besar jumlah lansia yang berada dibawah garis
kemiskinan.
b.
Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga
yang berusia lanjut kurang diperhatikan , dihargai dan dihormati.
c.
Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d.
Masih rendahnya kuantitas dan kulaitas tenaga profesional
pelayanan lanjut usia.
e.
Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan
kesejahteraan lansia.
2.
Permasalahan khusus :
a.
Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah
baik fisik, mental maupun sosial.
b.
Berkurangnya integrasi sosial lanjut usia.
c.
Rendahnya produktifitas kerja lansia.
d.
Banyaknya lansia yang miskin, terlantar dan cacat.
e.
Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada
tatanan masyarakat individualistik.
f.
Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat
mengganggu kesehatan fisik lansia
D.
Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Ketuaan
1.
Hereditas atau ketuaan genetik
2.
Nutrisi atau makanan
3.
Status kesehatan
4.
Pengalaman hidup
5.
Lingkungan
6.
Stres
E.
Perubahan – perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
1.
Perubahan fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel
sampai kesemua sistim organ tubuh, diantaranya sistim pernafasan, pendengaran,
penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastro
intestinal, genito urinaria, endokrin dan integumen.
2.
Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan mental :
a.
Pertama-tama perubahan fisik, khsusnya organ perasa.
b.
Kesehatan umum
c.
Tingkat pendidikan
d.
Keturunan (hereditas)
e.
Lingkungan
f.
Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
g.
Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
h.
Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan
teman dan famili.
i.
Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep dir.
3.
Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin
terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow, 1970)
Lansia makin matur dalam
kehidupan keagamaanya , hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam
sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970)
F.
Penyakit Yang Sering Dijumpai Pada Lansia
Menurut the National Old People’s
Welfare Council , dikemukakan 12 macam penyakit lansia, yaitu:
1.
Gangguan pendengaran
2.
Depresi mental
3.
Bronkhitis kronis
4.
Gangguan pada tungkai/sikap berjalan.
5.
Gangguan pada koksa / sendi pangul\Anemia
6.
Demensia
KONSEP DASAR HIPERTENSI
A.
Definisi Hipertensi
Menurut WHO,
penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau
sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg
(Kodim Nasrin, 2003).
Hipertensi adalah
tekanan darah tinggi atau istilah kedokteran menjelaskan hipertensi adalah
suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada mekanisme pengaturan tekanan darah
(Mansjoer,2000).
Hipertensi adalah keadaan menetap
tekanan sistolik melebih dari 140 mmHg atau tekanan diastolic lebih tinggi dari
90 mmHg. Diagnostic ini dapat dipastikan dengan mengukur rata-rata tekanan
darah pada 2 waktu yang terpisah (FKUI, 2001)
B.
Etiologi
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2
golongan besar yaitu : ( Lany Gunawan, 2001 )
a.
Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi
yang tidak diketahui penyebabnya,
b.
Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh
penyakit lain.
Hipertensi primer terdapat pada
lebih dari 90 % penderita hipertensi, sedangkan 10 % sisanya disebabkan oleh
hipertensi sekunder. Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti
penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering
menyebabkan terjadinya hipertensi.
Pada umunya hipertensi tidak
mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan
cardiac output atau peningkatan tekanan perifer.
Namun ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya hipertensi:
1)
Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan
eksresi atautransport Na.
2)
Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang
mengakibatkantekanan darah meningkat.
c.
Stress Lingkungan.
d.
Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada
orang tua sertapelabaran pembuluh darah.
Penyebab hipertensi pada orang
dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan – perubahan pada :
1)
Elastisitas dinding aorta menurun
2)
Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3)
Kemampuan jantung memompa darah menurun. 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya.
4)
Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi
karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
5)
Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer. Meskipun
hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data
penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya
hipertensi.
Faktor tersebut adalah sebagai
berikut :
1)
Faktor keturunan. Dari data statistik terbukti bahwa
seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi
jika orang tuanya adalah penderita hipertensi. Ciri perseorangan. Ciri
perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah: Umur ( jika umur
bertambah maka TD meningkat ), Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari
perempuan ), Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
2)
Kebiasaan hidup. Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan
timbulnya hipertensi adalah : Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr
), Kegemukan atau makan berlebihan, Stress, Merokok, Minum alkohol, Minum
obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )
Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :
1)
Ginjal : Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis tubular
akut, Tumor
2)
Vascular : Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis,
Aneurisma, Emboli kolestrol, Vaskulitis
3)
Kelainan endokrin : DM, Hipertiroidisme, Hipotiroidisme
4)
Saraf : Stroke, Ensepalitis, SGB
5)
Obat – obatan : Kontrasepsi oral, Kortikosteroid
C.
Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi
sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana system saraf
simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar
adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi.
Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan
aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi untuk pertimbangan gerontology.
Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh
perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia
lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas
jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang
pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.
Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup ),
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (
Brunner & Suddarth, 2002 ).
D.
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : (Menurut : Edward K
Chung, 1995 )
a.
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang
memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa
jika tekanan arteri tidak terukur.
b.
Gejala yang lazim Sering dikatakan bahwa gejala terlazim
yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam
kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang
mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang
menderita hipertensi yaitu :
a.
Mengeluh sakit kepala, pusing
b.
Lemas, kelelahan
c.
Sesak nafas
d.
Gelisah
e.
Mual muntah
f.
Epistaksis
g.
Kesadaran menurun
E.
Penceghan
Usaha pencegahan juga bermanfaat bagi penderita hipertensi
agar penyakitnya tidak menjadi lebih parah , tentunya harus disertai
pemakaian obat-obatan yang harus ditentukan oleh dokter. Agar terhindar dari
komplikasi fatal hipertensi, harus
diambil tindakan pencegahan yang baik
(Stop high blood pressure), antara
lain dengan cara sebagai berikut :
1. Mengurangi konsumsi garam
2. Menghindari kegemukan
3. Membatasi konsumsi lemak
4. Olahraga teratur
5. Makan banyak sayur segar
6. Tidak merokok dan tidak minum alkohol
7. Latihan relaksasi atau
meditasi
8. Berusaha membina hidup yang
positif.
F.
Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas
akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan
pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan penyakit
hipertensi meliputi :
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis
penatalaksanaan:
a.
Penatalaksanaan Non Farmakologis.
1)
Diet
Pembatasan atau pengurangan
konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan
penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
2)
Aktivitas.
Klien disarankan untuk
berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan batasan medis dan sesuai
dengan kemampuan seperti berjalan, jogging, bersepeda atau berenang.
b.
Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat
bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian atau pemilihan obat anti
hipertensi yaitu:
1)
Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2)
Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau
minimal.
3)
Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4)
Tidak menimbulakn intoleransi.
5)
Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6)
Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
G.
Pemeriksaan penunjang
a.
Hemoglobin / hematokritUntuk mengkaji hubungan dari sel –
sel terhadap volume cairan ( viskositas ) dan dapat mengindikasikan factor –
factor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia. BUN : memberikan informasi
tentang perfusi ginjal
b.
Glukosa. Hiperglikemi ( diabetes mellitus adalah pencetus
hipertensi ) dapat diakibatkan oleh peningkatan katekolamin ( meningkatkan
hipertensi )
c.
Kalium serum. Hipokalemia dapat megindikasikan adanya
aldosteron utama ( penyebab ) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
d.
Kalsium serum. Peningkatan kadar kalsium serum dapat
menyebabkan hipertensi
e.
Kolesterol dan trigliserid serum. Peningkatan kadar dapat
mengindikasikan pencetus untuk / adanya pembentukan plak ateromatosa (efek
kardiovaskuler)
f.
Pemeriksaan tiroid. Hipertiroidisme dapat menimbulkan
vasokonstriksi dan hipertensi
g.
Kadar aldosteron urin/serum. Untuk mengkaji aldosteronisme
primer ( penyebab )
h.
Urinalisa. Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi
ginjal dan atau adanya diabetes.
i.
Asam urat. Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor
resiko hipertensi
j.
Steroid urin. Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
k.
IVP. Dapat mengidentifikasi penyebab hieprtensiseperti
penyakit parenkim ginjal, batu ginjal / ureter
l.
Foto dada. Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area
katub, perbesaran jantung
m.
CT scan. Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati
n.
EKG. Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan,
gangguan konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit
jantung hipertensi.
H.
Komplikasi
Hipertensi merupakan penyebab
utama penyakit jantung koroner, cedera cerebrovaskuler, dan gagal ginjal.
Hipertensi menetap yang disertai dengan peningkatan tahanan perifer menyebabkan
gangguan paada endothelium pembuluh darah mendorong plasma dan
lipoprotein ke dalam intima dan lapisan
sub intima dari pembuluh darah dan menyebabkan pembentukan plaque
/aterosklerosis. Peningkatan tekanan juga menyebabkan hiperplasi otot polos , yang membentuk
jaringan parut intima dan mengakibatkan
penebalan pembuluh darah dengan penyempitan lumen. (Underjillet all.,1989)
dikutip dari Carpenito (1999).
Komplikasi yang dapat timbul bila
hipertensi tidak terkontrol adalah
1.
Krisis Hipertensi
2.
Penyakut jantung dan
pembuluh darah : penyakit jantung koroner dan penyakit jantung hipertensi
adalah dua bentuk utama penyakit jantung
yang timbul pada penderita hipertensi.
3.
Penyakit jantung cerebrovaskuler : hipertensi adalah faktor
resiko paling penting untuk timbulnya stroke. Kekerapan dari stroke bertambah
dengan setiap kenaikan tekanan darah.
4.
Ensefalopati hipertensi
yaitu sindroma yang ditandai dengan perubahan neurologis mendadak atau sub akut yang timbul sebagai
akibat tekanan arteri yang meningkat dan
kembali normal apabila tekanan darah
diturunkan.
5.
Nefrosklerosis karena hipertensi.
6.
Retinopati hipertenssi
DAFTAR
PUSTAKA
Kumar,
Vinay. Et.al. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins. Vol.2 Ed. 7. Jakarta : EGC.
Evelyn C.pearce. 1999. Anatomi
dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia.
Gallo, J.J.
1998. Buku Saku Gerontologi Edisi 2. Aliha Bahasa James Veldman. Jakarta : EGC.
Decker DL.
(1990). Social Gerontology an Introduction to Dinamyc of Aging. Little Brown
and
Company. Boston
Lueckenotte.A.G.
(1996). Gerontologic Nursing. Mosby Year Book. Missouri
Price,
Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-prosesPenyakit.
Jakarta : EGC.
N. Richard.
Mitchell. Et.al. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins dan Coutran.
Jakarta : EGC.
Nugroho,
Wahyud.2008. keperawatan Geronik.
Jakarta : EGC.
Potter and
Pery. 2005. Foundamental Keperwatan.
Jakarta : EGC.
Smeltzer,
Suzanne C. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Zul Dahlan.
2000. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Reevers,
Charlene J, et all. 2000. Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Salemba Medica.
Comments
Post a Comment