Menurut Guba dan Lincoln kriteria penelitian dapat dipercaya dalam menampilkan fenomena yang mendukung keakuratan penelitian, meliputi: 1. Credibility merupakan penelitian dipercaya ketika partisipan mengakui temuan penelitian sebagai pengalamannya. 2. Dependability merupakan data yang didapatkan stabil pada setiap waktu dan kondisi. Proses penelitian logis, dapat dilacak, dan pendokumentasian jelas. 3. Conformability merupakan objektivitas data atau kenetralan data yang menunjukkan bahwa intepretasi dan temuan penelitian jelas berasal dari data serta sebagai petunjuk sebuah kesimpulan dan intepretasi telah di capai. Transferability merupakan generalisasi penerapan hasil penelitian untuk diterapkan pada tempat atau kondisi yang setara.
GANGGUAN SENSORI
PERSEPSI : HALUSINASI
A.
Pengertian
Halusinasi
adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan sensori
persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,
parabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetul-betulnya tidak
ada (Damaiyanti, 2012).
Halusinasi
adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal
(pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau
pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai
contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara
(Direja, 2011).
Halusinasi
adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indera seorang
pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar/bangun, dasarnya mungkin organik,
fungsional, psikotik ataupun histerik (Trimelia, 2011).
B.
Jenis – Jenis
halusinasi
Ada
beberapa jenis halusinasi, Yosep (2007), membagi halusinasi menjadi 8 jenis
yaitu :
1.
Halusinasi Pendengaran
(Auditif, Akustik)
Paling sering dijumpai
dapat berupa bunyi mendering atau suara bising yang tidak mempunyai arti,
tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna.
Biasanya suara tersebut ditujukan kepada penderita sehingga tidak jarang
penderita bertengkar atau berdebat dengan suara-suara tersebut.
2.
Halusinasi Penglihatan
(Visual, Optik)
Lebih sering terjadi
pada keadaan delirium (penyakit organik). Biasanya sering muncul bersamaan
dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran
yang mengerikan
3.
Halusinasi Pengciuman
(Olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya
berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan tidak enak, melambangkan rasa
bersalah pada penderita. Bau dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap
penderita sebagai kombinasi moral
lp-halusinasi.azam.bloggespot.com
4.
Halusinasi Pengecapan
(Gustatorik)
Walaupun jarang
terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman. Penderita merasa
mengecap sesuatu.
5.
Halusinasi Perabaan
(Taktil)
Merasa diraba,
disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak di bawah kulit.
6.
Halusinasi Seksual, ini
termasuk halusinasi raba
Penderita merasa diraba
dan diperkosa sering pada skizofrenia dengan waham kebesaran terutama mengenai
organ-organ.
7.
Halusinasi kinesthetik
Penderita merasa
badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau anggota badannya bergerak-gerak.
Misalna “phantom phenomenom” atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak
(phantom limb).
8.
Halusinasi visceral
Timbulnya perasaan
tertentu di dalam tubuhnya :
a.
Depersonalisasi adalah
perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi
serta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
b.
Direalisasi adalah
suatu perasaan aneh tentang lingkungannya yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Misalnya perasaan segala sesuatu yang dialaminya seperti impian.
C.
Fase-Fase Halusinasi
Halusinasi
yang dialami oleh klien, bisa berbeda intensitasnya dan keparahannya. Stuart
dan Laraia (2001) membagi fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat
ansietasnya yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin
berat fase halusinasinya, klien semakin berat mengalami ansietas dan makin
dikendalikan oleh halusinasinya.
1.
Fase 1 : Comforting :
Ansietas Sedang : halusinasi menyenangkan.
Karakteristik : Klien
mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasah bersalah, takut,
dan mencoba untuk berfokus pada pikiran menyenangkan untuk meredakan ansietas.
Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berada dalam
kendali kesadaran jika ansietas dapat ditangani.
Perilaku klien :
a.
Tersenyum atau tertawa
yang tidak sesuai
b.
Menggerakkan bibir
tanpa suara.
c.
Pergerakan mata yang
cepat.
d.
Respon verbal yang
lambat jika sedang asyik.
e.
Diam dan asyik sendiri.
2.
Fase II : Condemning :
Ansietas Berat : Halusinasi menjadi menjijikkan.
Karakteristik :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan
mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan.
Klien mungkin mengalami dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri
dari orang lain.
Perilaku Klien :
1.
Meningkatnya
tanda-tanda sistem syaraf otonom akibat ansietas otonom akibat ansietas seperti
peningkatan denyut jantung, pernafasan, dan tekanan darah.
2.
Rentang perhatian
menyempit.
3.
Asyik dengan pengalaman
sensori dan kehilangan kemampuan membedakan
halusinasi dan realita.
3.
Fase III : Controlling
: Ansietas berat : Pengalaman sensori menjadi berkuasa
Karakteristik : Klien
berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik. Klien mungkin mengalami
pengalaman kesepian jika sensori halusinasi berhenti.
Perilaku Klien :
a.
Kemauan yang
dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti.
b.
Kesukaran berhubungan
dengan orang lain.
c.
Rentang perhatian hanya
beberapa detik atau menit.
d.
Adanya tanda-tanda
fisik ansietas berat : berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah.
4.
Fase IV : Conquering :
Panik : Umumnya menjadi melebur dalam halusinasi.
Karakteristik :
pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi.
Halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada intervensi
terapeutik.
Perilaku Klien :
a.
Perilaku teror akibat
panik.
b.
Potensi kuat
suicide (bunuh diri) atau homicide
(membunuh orang lain)
c.
Aktivitas fisik
merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri,
atau katatonia.
e.
Tidak mampu berespon
terhadap perintah yang kompleks.
f.
Tidak mampu berespon
lebih dari satu orang.
D.
Penyebab
Faktor-faktor
penyebab halusinasi dibagi dua (Yosep, 2010) yaitu :
1.
Faktor predisposisi
1.
Faktor perkembangan
Tugas perkembangan
klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga
menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilangnya
kepercayaan diri dan lebih rentan terhadap stress.
2.
Faktor sosiokultural
Seseorang yang tidak
diterima oleh lingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian dan
tidak percaya pada lingkungannya.
3.
Faktor biokimia
Stress yang berlebihan
dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat
bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferse (DMP).
Akibat stress berkepanjangan menyebabkan terakitvasinya neurotrasmitter otak.
Misalnya tejadi ketidakseimbangan acetylcholin dan dopamin.
4.
Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah
dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif.
Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan
yang tepat demi masa depannya. Klien
lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
5.
Faktor genetik dan pola
asuh
Anak sehat yang di asuh
oleh orang tua yang mengalami gangguan jiwa cenderung mangalami gangguan jiwa
dan faktor keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit
ini.
2.
Faktor presipitasi
a.
Dimensi fisik
Halusinasi
dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan
kesulitan dalam waktu lama.
b.
Dimensi emosional
Perasaan
cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi
terjadi. Isi dari halusinai dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan.
c.
Dimensi intelektual
Dalam
dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan
memperlihatkan penurunan fungsi ego seseorang yang pada awalnya halusinasi
merupakan usaha dari ego itu sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien
d.
Dimensi sosial
Dalam
dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi sosial dan menganggap
bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan.
e.
Dimensi spiritual
Secara
spiritual klien dengan halusinasi dimulai dengan kehampaan hidup, rutinitas
tidak bermakna, hilangnya keinginan untuk beribadah dan jarang berupaya secara
spiritual untuk menyucikan diri. Klien sering memaki takdir tetapi lemah dalam
upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan
memburuk.
E.
Tanda dan gejala
Adapun
Tanda dan gejala halusinasi menurt Direja, 2011 sebagai berikut :
a.
Halusinasi Pendengaran
Data
Objektif : Bicara atau ketawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mengarahkan
telinga ke arah tertentu, menutup telinga.
Data
Subjektif : mendengar suara atau kegaduhan, mendengarkan suara yang mengajak
bercakap-cakap, mendengarkan suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya.
b.
Halusinasi Penglihatan
Data
Objektif : menunjuk-nunjuk kearah tertentu, ketakutan pada sesuatu yang tidak
jelas.
Data
Subjektif : melihat bayangan, sinar bentuk geometris, bentuk kortoon, melihat
hantu atau monster.
c.
Halusinasi Penghidungan
Data
Objektif : menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu, menutup hidung.
Data
Subjektif : membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses, kadang-kadang
bau itu menyenangkan.
d.
Halusinasi Pengecapan
Data
Objektif : Sering meludah, muntah.
Data
Subjektif : merasakan rasa seperti darah, urine atau feses.
e.
Halusinasi Perabaan
Data
Objektif :Menggaruk- garuk permukaan kulit.
Data
Subjektif : menyatakan ada serangga di permukaan kulit, merasa tersengat
listrik.
F.
Batasan Karakteristik
Batasan
karakteristik klien dengan gangguan halusinasi menurut Heardman (2015) adalah :
1.
Perubahan dalam pola
perilaku
2.
Perubahan dalam
kemampuan menyelasaikan masalah
3.
Perubahan dalam
ketajaman sensori
4.
Perubahan dalam respon
yang biasa terhadap stimulus
5.
Disorientasi
6.
Halusinasi
7.
Hambatan komunikasi
8.
Iritabilitas
9.
Konsentrasi buruk
10.
Gelisah
11.
Distorsi sensori
G.
Mekanisme Koping
Kaji
mekanisme koping yang sering digunakan klien menurut Videbeck (2008) meliputi :
1.
Regresi :
menjadi malas beraktifitas sehari-hari
2.
Proyeksi : mengalihkan tanggung jawab kepada
orang lain atau sesuatu benda.
3.
Menarik Diri : sulit mempercayai orang lain dan dengan
stimulus internal
4.
Keluarga mengingkari masalah
yang dialami oleh klien.
H.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada halusinasi di
bagi menjadi dua yaitu penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan,
yaitu :
1.
Penatalaksanaan Medis
a.
Psikofarmakoterapi
Gejala
halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/ skizofrenia biasanya diatasi
dengan menggunakan obat-obatan anti psikotik antara lain :
1)
Golongan butirefenon :
Haldol, Serenace, Ludomer. Pada kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk
injeksi 3x5 mg, im. Pemberian injeksi biasanya cukup 3x24 jam. Setelahnya klien
bisa diberikan obat per oral 3x1,5 mg atau 3x5 mg.
2)
Golongan Fenotiazine
:Chlorpramizine/ Largactile/ Promactile. Biasanya diberikan per oral. Kondisi
akut biasanya diberikan 3x 100mg. Apabila kondisi sudah stabil dosis dapat
dikurangi 1x100 mg pada malam hari saja (Yosep, 2011).
b.
Psikoterapi
Terapi
kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall secara
artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang pada
satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizoprenia
yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi
kejang listrik 4-5 joule/detik.
c.
Rehabilitasi
Terapi
kerja baik untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain, penderita
lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi
karena bila menarik diri dia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik.
Dianjurkan penderita untuk mengadakan permainan atau pelatihan bersama (Maramis,
2005).
2.
Penatalaksanaan
Keperawatan
Terapi
Aktivitas Kelompok yang diberikan pada pasien dengan Halusinasi yaitu ( Keliat,
2010):
a.
Terapi Aktivitas
Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi
Klien
dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah
dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sessi.
Dengan proses ini, diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam
kehidupan menjadi adatif. Aktivitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang
disediakan : baca artikel/majalah/buku/puisi, menonton acara TV (ini merupakan
stimulus yang disediakan), stimulus dari pengalaman masa lalu yang menghasilkan
proses persepsi klien yang maladaptive atau distruktif, misalnya kemarahan,
kebencian, putus hubungan, pandangan negative pada orang lain dan halusinasi.
Kemudian dilatih persepsi klien terhadap stimulus.
b.
Terapi Aktivitas
Kelompok Stimulus Sensori
Aktivitas
digunakan sebagai stimulus pada sensori klien. Kemudian diobservasi reaksi
sensori klien terhadap stimulus yang disediakan, berupa ekspresi perasaan
secara nonverbal (ekspresi wajah, gerakan tubuh). Biasanya klien yang tidak mau
mengungkapkan komunikasi verbal akan testimulasi emosi dan perasaannya, serta
menampilkan respons. Aktivitas yang digunakan sebagai stimulus adalah : musik,
seni menyanyi, menari. Jika hobby klien diketahui sebelumnya, dapat dipakai
sebagai stimulus, misalnya lagu kesukaan klien, dapat digunakan sebagai
stimulus.
I.
Pohon Masalah
RENCANA
KEPERAWATAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
DALAM BENTUK
STRATEGI PELAKSANAAN
NO
|
KLIEN
|
KELUARGA
|
SP1P
|
SPIK
|
|
1
2
3
4
5
6
7
8
|
Mengidentifikasi jenis halusinasi klien.
Mengidentifikasi isi halusinasi klien.
Mengidentifikasi waktu halusinasi klien.
Mengidentifikasi frekuensi halusinasi klien.
Mengidentifikasi situasi yang dapat menimbulkan
halusinasi klien.
Mengidentifikasi respon klien terhadap halusinasi
klien.
Mengajarkan klien menghardik halusinasi.
Menganjurkan klien memasukkan cara menghardik ke
dalam kegiatan harian.
|
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
Memberikan pendidikan kesehatan tentang pengertian
halusinasi, jenis halusinasi yang dialami klien, tanda dan gejala halusinasi,
serta proses terjadinya halusinasi.
Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi.
|
SP2P
|
SP2K
|
|
1
2
3
|
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain.
Menganjurkan klien memasukkan ke dalam kegiatan
harian klien.
|
Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien
dengan halusinasi.
Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung
kepada klien halusinasi.
|
SP3P
|
SP3K
|
|
1
2
3
|
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara
melakukan kegiatan.
Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan
harian
|
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah
termasuk minum obat ( discharge planing ).
Menjelaskan follow- uf klien setelah pulang.
|
SP4P
|
||
1
2
3
|
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan
obat secara teratur
Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan
harian
|
J.
Evaluasi
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai
efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dibagi dua yaitu, evaluasi
proses atau pormatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan,
evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara respon
klien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan (Direja, 2011).
Menurut Damaiyanti (2012), evaluasi dilakukan sesuai
TUK pada perubahan persepsi sensori : halusinasi yaitu :
1.
Klien dapat menbina hubungan saling percaya
2.
Klien dapat mengenali halusinasinya
3.
Klien dapat mengontrol halusinasinya
4.
Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mrngontrol halusinasi
5.
Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
DAFTAR PUSTAKA
Ade Herman, S.D. 2011. Asuhan
Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika.
Damaiyanti, M. Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan
Jiwa. Bandung : PT Refika Aditama
Direja, A. Herman., 2011, Buku Ajar Asuhan Keperawatan
Jiwa, Yogyakarta : Nuha Medika
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan
Strategi Pelaksanaan
Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta : Salemba Medika.
Heardman, T. Heather. 2015. NANDA International 2015-2017. Jakarta : EGC.
Keliat, B. A., 2004, Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC.
Kusumawati Farida & Hartono Yudi. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :
Selemba
Medika
Maramis F. Willy., 2005, Catatan Ilmu Kedokteran
Jiwa, Surabaya : Airlangga University
Press.
Suliswati, dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Tim Pengembangan MPKP RSJ Provinsi Bali. 2009. Pedoman
Manajemen Asuhan
Keperawatan (7 Masalah Utama Keperawatan Jiwa). Bangli.
Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Cetakan
1. Jakarta : Trans Info
Medika.
Videbeck, S.L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta : EGC
Yosep, I., 2009, Keperawatan Jiwa, Bandung : Refika
Aditama
" �Og n P
�� 8pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto;
text-align:justify;text-indent:-21.25pt;line-height:150%;mso-list:l3 level1 lfo12'>b.
Gangguan pemeliharaan kesehatan
c.
Perubahan kebutuhan nutrisi: kurang atau lebih dari
kebutuhan tubuh
d.
Gangguan peran menjadi orang tua
e.
Gangguan pola eliminasi
f.
Kondisi sanitasi yang tidak memenuhi
syarat kesehatan
g.
Gangguan penampilan peran
h.
Gangguan pola seksual
i.
Ketidakmampuan antisipasi dukungan
berkepanjangan
j.
Konflik pengambilan keputusan
k.
Adaptasi kedukaan yang tidak
fungsional
l.
Potensial berkembanganya koping
keluarga
m.
Koping keluarga tidak efektif
n.
Gangguan manajemen pemeliharaan
rumah
o.
Hambatan intraksi sosial
p.
Defisit pengetahuan
q.
Konflik peran keluarga
r.
Resiko perubahan peran orang tua
s.
Resiko terjadi trauma
t.
Resiko tinggi perilaku kekerasan
u.
Ketidakberdayaan
v.
Terjadinya isolasi sosial
3.
Perencanaan
Keperawatan Keluarga
Rencana tindakan keperawatan
terhadap keluarga, meliputi kegiatan-kegiatan yang bertujuan ( Suprajitno,
2004, hal. 49 ) :
a.
Menstimulasi kesadaran atau
penerimaan keluarga mengenai maslah dan kebutuhan kesehatan dengan cara:
1)
Memberi informasi yang tepat
2)
Mengidentifikasi kebutuhan dan
harapan keluarga tentang kesehatan
3)
Mendorong sikap emosi yang mendukung
upaya kesehatan
b.
Menstimulasi keluarga untuk
memutuskan cara perawatan yang tepat, dengan cara :
1)
Mengidentifikasi konsekuensinya bila
tidak melakukan tindakan
2)
Mengidentifikasi sumber-sumber yang
dimiliki dan ada di sekitar keluarga
3)
Mendiskusikan tentang konsekuensi
tipe tindakan
c.
Memberikan kepercayaan diri selama
merawat anggota keluarga yang sakit, dengan cara :
1)
Mendemonstrasikan cara perawatan
2)
Menggunakan alat dan fasilitas yang
ada dirumah
3)
Mengawasi keluarga melakukan
perawatan
d.
Membantu keluarga untuk memelihara
(memodifikasi lingkungan) yang dapat meningkatkan kesehatan keluarga dengan
cara :
1)
Menemukan seumber-sumber yang dapat
digunakan keluarga
2)
Melakukan perubahan lingkungan
bersama keluarga seoptimal mungkin
e.
Memotivasi keluarga untuk
memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada disekitarnya, dengan cara :
1)
Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di sekitar lingkungan keluarga
2)
Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
4.
Diagnosa Kasus
Resiko Tinggi Konflik keluarga
(hubungan keluarga tidak harmonis) berhubungan dengan ketidakmampuan mengenal
masalah yang terjadi pada remaja.
Perencanaan.
1.
Diskusikan
faktor penyebab
2.
Diskusikan
tugas perkembangan keluarga
3.
Diskusikan
tugas perkembangan anak yang harus di jalani
4.
Diskusikan cara
mengatasi masalah yang terjadi pada remaja
5.
Diskusikan
tentang alternatif mengurangi atau menyelesaikan masalah
6.
Ajarkan cara
mengurangi atau menyelesaikan masalah
7.
Berikan pujian
bila keluarga dapat mengenali penyebab atau mampu membuat alternatif
Implementasi
1.
Mendiskusikan
faktor penyebab
2.
Mendiskusikan
tugas perkembangan keluarga
3.
Mendiskusikan
tugas perkembangan anak yang harus di jalani
4.
Mendiskusikan
cara mengatasi masalah yang terjadi pada remaja
Evaluasi
1.
Koping individu
efektif
2.
Perilaku
konstruktif
3.
Tidak terjadi
depresi
4.
Nutrisi
terpenuhi
5.
Tidak terjadi
terjadi cedera
DAFTAR
PUSTAKA
Friedman
Marilyn. 1998.Keperawatan Keluarga.EGC:Jakarta
Perry
& potter .2005.Fundamental of
nursing.EGC:Jakarta
Rahmad
hidayat,Dede.2009.Ilmu perilaku manusia.CV Trans Info Media:Jakarta
Suprajitno.2004.
Asuhan keperawatan keluarga.EGC:Jakarta
Hurlock B
Elizabeth.1980.Psikologi Perkembangan.Erlangga:Jakarta
Mubarak
Wahit Iqbal.2009.Ilmu Keperawatan Komunitas.Salimba Medika:Jakarta
Comments
Post a Comment