Skip to main content

Trustworthiness of Data

  Menurut Guba dan Lincoln kriteria penelitian dapat dipercaya dalam menampilkan fenomena yang mendukung keakuratan penelitian, meliputi: 1.       Credibility merupakan penelitian dipercaya ketika partisipan mengakui temuan penelitian sebagai pengalamannya. 2.       Dependability merupakan data yang didapatkan stabil pada setiap waktu dan kondisi. Proses penelitian logis, dapat dilacak, dan pendokumentasian jelas. 3.       Conformability merupakan objektivitas data atau kenetralan data yang menunjukkan bahwa intepretasi dan temuan penelitian jelas berasal dari data serta sebagai petunjuk sebuah kesimpulan dan intepretasi telah di capai. Transferability merupakan generalisasi penerapan hasil penelitian untuk diterapkan pada tempat atau kondisi yang setara.

LP Halusinasi

GANGGUAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI
A.      Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, parabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetul-betulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara (Direja, 2011).
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indera seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar/bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik (Trimelia, 2011).

B.       Jenis – Jenis halusinasi
Ada beberapa jenis halusinasi, Yosep (2007), membagi halusinasi menjadi 8 jenis yaitu :
1.         Halusinasi Pendengaran (Auditif, Akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendering atau suara bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut ditujukan kepada penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar atau berdebat dengan suara-suara tersebut.
2.         Halusinasi Penglihatan (Visual, Optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik). Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan
3.         Halusinasi Pengciuman (Olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai kombinasi moral
lp-halusinasi.azam.bloggespot.com


4.         Halusinasi Pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu.
5.         Halusinasi Perabaan (Taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak di bawah kulit.
6.         Halusinasi Seksual, ini termasuk halusinasi raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizofrenia dengan waham kebesaran terutama mengenai organ-organ.
7.         Halusinasi kinesthetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau anggota badannya bergerak-gerak. Misalna “phantom phenomenom” atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limb).
8.         Halusinasi visceral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya :
a.         Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
b.        Direalisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya yang tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala sesuatu yang dialaminya seperti impian.

C.       Fase-Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien, bisa berbeda intensitasnya dan keparahannya. Stuart dan Laraia (2001) membagi fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietasnya yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasinya, klien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya.
1.        Fase 1 : Comforting : Ansietas Sedang : halusinasi menyenangkan.
Karakteristik : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasah bersalah, takut, dan mencoba untuk berfokus pada pikiran menyenangkan untuk meredakan ansietas. Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berada dalam kendali kesadaran jika ansietas dapat ditangani.



Perilaku klien :    
a.         Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai
b.        Menggerakkan bibir tanpa suara.
c.         Pergerakan mata yang cepat.
d.        Respon verbal yang lambat jika sedang asyik.
e.         Diam dan asyik sendiri.
2.        Fase II : Condemning : Ansietas Berat : Halusinasi menjadi menjijikkan.
Karakteristik : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin mengalami dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain.
Perilaku Klien :
1.        Meningkatnya tanda-tanda sistem syaraf otonom akibat ansietas otonom akibat ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan, dan tekanan darah.
2.        Rentang perhatian menyempit.
3.        Asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan    halusinasi dan realita.
3.        Fase III : Controlling : Ansietas berat : Pengalaman sensori menjadi berkuasa
Karakteristik : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik. Klien mungkin mengalami pengalaman kesepian jika sensori halusinasi berhenti.
Perilaku Klien :
a.         Kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti.
b.        Kesukaran berhubungan dengan orang lain.
c.         Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit.
d.        Adanya tanda-tanda fisik ansietas berat : berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah.
4.        Fase IV : Conquering : Panik : Umumnya menjadi melebur dalam halusinasi.
Karakteristik : pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada intervensi terapeutik.
Perilaku Klien :
a.         Perilaku teror akibat panik.
b.        Potensi kuat suicide  (bunuh diri) atau homicide (membunuh orang lain)
c.         Aktivitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, atau katatonia.
e.         Tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks.
f.         Tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

D.      Penyebab
Faktor-faktor penyebab halusinasi dibagi dua (Yosep, 2010) yaitu :
1.          Faktor predisposisi
1.        Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilangnya kepercayaan diri dan lebih rentan terhadap stress.
2.        Faktor sosiokultural
Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
3.        Faktor biokimia
Stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferse (DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan terakitvasinya neurotrasmitter otak. Misalnya tejadi ketidakseimbangan acetylcholin dan dopamin.
4.        Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang  tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
5.        Faktor genetik dan pola asuh
Anak sehat yang di asuh oleh orang tua yang mengalami gangguan jiwa cenderung mangalami gangguan jiwa dan faktor keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.



2.          Faktor presipitasi
a.         Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan dalam waktu lama.
b.        Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan  penyebab  halusinasi  terjadi. Isi  dari  halusinai dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
c.         Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan penurunan fungsi ego seseorang yang pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego itu sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien
d.        Dimensi sosial
Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi sosial dan menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan.
e.         Dimensi spiritual
Secara spiritual klien dengan halusinasi dimulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya keinginan untuk beribadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Klien sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan memburuk.




E.       Tanda dan gejala
Adapun Tanda dan gejala halusinasi menurt Direja, 2011 sebagai berikut  :
a.         Halusinasi Pendengaran
Data Objektif : Bicara atau ketawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mengarahkan telinga ke arah tertentu, menutup telinga.
Data Subjektif : mendengar suara atau kegaduhan, mendengarkan suara yang mengajak bercakap-cakap, mendengarkan suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
b.         Halusinasi Penglihatan
Data Objektif : menunjuk-nunjuk kearah tertentu, ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.
Data Subjektif : melihat bayangan, sinar bentuk geometris, bentuk kortoon, melihat hantu atau monster.
c.         Halusinasi Penghidungan
Data Objektif : menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu, menutup hidung.
Data Subjektif : membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses, kadang-kadang bau itu menyenangkan.
d.        Halusinasi Pengecapan
Data Objektif : Sering meludah, muntah.
Data Subjektif : merasakan rasa seperti darah, urine atau feses.
e.         Halusinasi Perabaan
Data Objektif :Menggaruk- garuk permukaan kulit.
Data Subjektif : menyatakan ada serangga di permukaan kulit, merasa tersengat listrik.
F.        Batasan Karakteristik
Batasan karakteristik klien dengan gangguan halusinasi menurut Heardman (2015) adalah :
1.         Perubahan dalam pola perilaku
2.         Perubahan dalam kemampuan menyelasaikan masalah
3.         Perubahan dalam ketajaman sensori
4.         Perubahan dalam respon yang biasa terhadap stimulus
5.         Disorientasi
6.         Halusinasi
7.         Hambatan komunikasi
8.         Iritabilitas
9.         Konsentrasi buruk
10.     Gelisah
11.     Distorsi sensori

G.      Mekanisme Koping
Kaji mekanisme koping yang sering digunakan klien menurut Videbeck (2008) meliputi :
1.      Regresi             :  menjadi malas beraktifitas sehari-hari
2.      Proyeksi           : mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.
3.      Menarik Diri    : sulit mempercayai orang lain dan dengan stimulus internal
4.      Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.

H.      Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada halusinasi di bagi menjadi dua yaitu penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan, yaitu :
1.         Penatalaksanaan Medis
a.         Psikofarmakoterapi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/ skizofrenia biasanya diatasi dengan menggunakan obat-obatan anti psikotik antara lain :
1)        Golongan butirefenon : Haldol, Serenace, Ludomer. Pada kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3x5 mg, im. Pemberian injeksi biasanya cukup 3x24 jam. Setelahnya klien bisa diberikan obat per oral 3x1,5 mg atau 3x5 mg.
2)        Golongan Fenotiazine :Chlorpramizine/ Largactile/ Promactile. Biasanya diberikan per oral. Kondisi akut biasanya diberikan 3x 100mg. Apabila kondisi sudah stabil dosis dapat dikurangi 1x100 mg pada malam hari saja (Yosep, 2011).
b.        Psikoterapi
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
c.         Rehabilitasi
Terapi kerja baik untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila menarik diri dia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan penderita untuk mengadakan permainan atau pelatihan bersama (Maramis, 2005).
2.         Penatalaksanaan Keperawatan
Terapi Aktivitas Kelompok yang diberikan pada pasien dengan Halusinasi yaitu ( Keliat, 2010):
a.         Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sessi. Dengan proses ini, diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adatif. Aktivitas berupa stimulus dan persepsi. Stimulus yang disediakan : baca artikel/majalah/buku/puisi, menonton acara TV (ini merupakan stimulus yang disediakan), stimulus dari pengalaman masa lalu yang menghasilkan proses persepsi klien yang maladaptive atau distruktif, misalnya kemarahan, kebencian, putus hubungan, pandangan negative pada orang lain dan halusinasi. Kemudian dilatih persepsi klien terhadap stimulus.
b.        Terapi Aktivitas Kelompok Stimulus Sensori
Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien. Kemudian diobservasi reaksi sensori klien terhadap stimulus yang disediakan, berupa ekspresi perasaan secara nonverbal (ekspresi wajah, gerakan tubuh). Biasanya klien yang tidak mau mengungkapkan komunikasi verbal akan testimulasi emosi dan perasaannya, serta menampilkan respons. Aktivitas yang digunakan sebagai stimulus adalah : musik, seni menyanyi, menari. Jika hobby klien diketahui sebelumnya, dapat dipakai sebagai stimulus, misalnya lagu kesukaan klien, dapat digunakan sebagai stimulus.
I.         Pohon Masalah


RENCANA KEPERAWATAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI
DALAM BENTUK STRATEGI PELAKSANAAN
NO
KLIEN
KELUARGA
SP1P
SPIK
1
2
3
4

5

6

7

8
Mengidentifikasi jenis halusinasi klien.
Mengidentifikasi isi halusinasi klien.
Mengidentifikasi waktu halusinasi klien.
Mengidentifikasi frekuensi halusinasi klien.
Mengidentifikasi situasi yang dapat menimbulkan halusinasi klien.
Mengidentifikasi respon klien terhadap halusinasi klien.
Mengajarkan klien menghardik halusinasi.
Menganjurkan klien memasukkan cara menghardik ke dalam kegiatan harian.
Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien

Memberikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami klien, tanda dan gejala halusinasi, serta proses terjadinya halusinasi.

Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi.
SP2P
SP2K
1


2



3
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.

Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.

Menganjurkan klien memasukkan ke dalam kegiatan harian klien.
Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat pasien dengan halusinasi.

Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien halusinasi.
SP3P
SP3K
1


2


3
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.

Melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara melakukan kegiatan.

Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat ( discharge planing ).

Menjelaskan follow- uf klien setelah pulang.
SP4P
1


2


3
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.

Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur

Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan harian


J.         Evaluasi 
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dibagi dua yaitu, evaluasi proses atau pormatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang telah ditentukan (Direja, 2011). 
Menurut Damaiyanti (2012), evaluasi dilakukan sesuai TUK pada perubahan persepsi sensori : halusinasi yaitu :
1.         Klien dapat menbina hubungan saling percaya
2.         Klien dapat mengenali halusinasinya
3.         Klien dapat mengontrol halusinasinya
4.         Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mrngontrol halusinasi
5.         Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik





        




DAFTAR PUSTAKA
Ade      Herman, S.D. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika.
Damaiyanti, M. Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika Aditama
Direja, A. Herman., 2011, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa, Yogyakarta : Nuha Medika
           Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi  Pelaksanaan Tindakan  Keperawatan (LP dan SP). Jakarta : Salemba Medika.
Heardman, T. Heather. 2015. NANDA International 2015-2017. Jakarta : EGC.
Keliat, B. A., 2004, Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC.
Kusumawati Farida & Hartono Yudi. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Selemba
Medika
Maramis F. Willy., 2005, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Surabaya : Airlangga University
Press.
Suliswati, dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Tim Pengembangan MPKP RSJ Provinsi Bali. 2009. Pedoman Manajemen Asuhan
Keperawatan (7 Masalah Utama Keperawatan Jiwa). Bangli.
Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Cetakan 1. Jakarta : Trans Info
Medika.
Videbeck, S.L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Yosep, I., 2009, Keperawatan Jiwa, Bandung : Refika Aditama
" �Og n P �� 8pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto; text-align:justify;text-indent:-21.25pt;line-height:150%;mso-list:l3 level1 lfo12'>b.        Gangguan pemeliharaan kesehatan

c.         Perubahan  kebutuhan nutrisi: kurang atau lebih dari kebutuhan tubuh
d.        Gangguan peran menjadi orang tua
e.         Gangguan pola eliminasi
f.         Kondisi sanitasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan
g.        Gangguan penampilan peran
h.        Gangguan pola seksual
i.          Ketidakmampuan antisipasi dukungan berkepanjangan
j.          Konflik pengambilan keputusan
k.        Adaptasi kedukaan yang tidak fungsional
l.          Potensial berkembanganya koping keluarga
m.      Koping keluarga tidak efektif
n.        Gangguan manajemen pemeliharaan rumah
o.        Hambatan intraksi sosial
p.        Defisit pengetahuan
q.        Konflik peran keluarga
r.          Resiko perubahan peran orang tua
s.         Resiko terjadi trauma
t.          Resiko tinggi perilaku kekerasan
u.        Ketidakberdayaan
v.        Terjadinya isolasi sosial

3.         Perencanaan Keperawatan Keluarga
Rencana tindakan keperawatan terhadap keluarga, meliputi kegiatan-kegiatan yang bertujuan ( Suprajitno, 2004, hal. 49 ) :
a.         Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai maslah dan kebutuhan kesehatan dengan cara:
1)        Memberi informasi yang tepat
2)        Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan keluarga tentang kesehatan
3)        Mendorong sikap emosi yang mendukung upaya kesehatan
b.        Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat, dengan cara :
1)        Mengidentifikasi konsekuensinya bila tidak melakukan tindakan
2)        Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki dan ada di sekitar keluarga
3)        Mendiskusikan tentang konsekuensi tipe tindakan
c.         Memberikan kepercayaan diri selama merawat anggota keluarga yang sakit, dengan cara :
1)        Mendemonstrasikan cara perawatan
2)        Menggunakan alat dan fasilitas yang ada dirumah
3)        Mengawasi keluarga melakukan perawatan
d.        Membantu keluarga untuk memelihara (memodifikasi lingkungan) yang dapat meningkatkan kesehatan keluarga dengan cara :
1)        Menemukan seumber-sumber yang dapat digunakan keluarga
2)        Melakukan perubahan lingkungan bersama keluarga seoptimal mungkin
e.         Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada disekitarnya, dengan cara :
1)      Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di sekitar lingkungan keluarga
2)      Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada

4.         Diagnosa Kasus
Resiko Tinggi Konflik keluarga (hubungan keluarga tidak harmonis) berhubungan dengan ketidakmampuan mengenal masalah yang terjadi pada remaja.
Perencanaan.
1.        Diskusikan faktor penyebab
2.        Diskusikan tugas perkembangan keluarga
3.        Diskusikan tugas perkembangan anak yang harus di jalani
4.        Diskusikan cara mengatasi masalah yang terjadi pada remaja
5.        Diskusikan tentang alternatif mengurangi atau menyelesaikan masalah
6.        Ajarkan cara mengurangi atau menyelesaikan masalah
7.        Berikan pujian bila keluarga dapat mengenali penyebab atau mampu membuat alternatif
Implementasi
1.        Mendiskusikan faktor penyebab
2.        Mendiskusikan tugas perkembangan keluarga
3.        Mendiskusikan tugas perkembangan anak yang harus di jalani
4.        Mendiskusikan cara mengatasi masalah yang terjadi pada remaja
Evaluasi
1.        Koping individu efektif
2.        Perilaku konstruktif
3.        Tidak terjadi depresi
4.        Nutrisi terpenuhi
5.        Tidak terjadi terjadi cedera



























DAFTAR PUSTAKA
Friedman Marilyn. 1998.Keperawatan Keluarga.EGC:Jakarta
Perry &  potter .2005.Fundamental of nursing.EGC:Jakarta
Rahmad hidayat,Dede.2009.Ilmu perilaku manusia.CV Trans Info Media:Jakarta
Suprajitno.2004. Asuhan keperawatan keluarga.EGC:Jakarta
Hurlock B Elizabeth.1980.Psikologi Perkembangan.Erlangga:Jakarta
Mubarak Wahit Iqbal.2009.Ilmu Keperawatan Komunitas.Salimba Medika:Jakarta


Comments

Popular posts from this blog

LP NSTEMI

KONSEP DASAR NSTEMI A.       PENGERTIAN NSTEMI adalah  adanya ketidakseimbangan antara pemintaan dan suplai oksigen ke miokardium terutama akibat penyempitan arteri koroner akan menyebabkan iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan (Sylvia,2009). Unstable Angina (UA) dan Non ST Elevasi Infark Miokard diketahui merupakan suatu kesenambungan dengan kemiripan patofisiologis dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard  berupa peningkatan biomarker jantung (Sudoyo, 2009). Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyeb

WOC DISTRESS SPIRITUAL

Diagnosa nanda nic noc ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan (00099)