Menurut Guba dan Lincoln kriteria penelitian dapat dipercaya dalam menampilkan fenomena yang mendukung keakuratan penelitian, meliputi: 1. Credibility merupakan penelitian dipercaya ketika partisipan mengakui temuan penelitian sebagai pengalamannya. 2. Dependability merupakan data yang didapatkan stabil pada setiap waktu dan kondisi. Proses penelitian logis, dapat dilacak, dan pendokumentasian jelas. 3. Conformability merupakan objektivitas data atau kenetralan data yang menunjukkan bahwa intepretasi dan temuan penelitian jelas berasal dari data serta sebagai petunjuk sebuah kesimpulan dan intepretasi telah di capai. Transferability merupakan generalisasi penerapan hasil penelitian untuk diterapkan pada tempat atau kondisi yang setara.
KONSEP DASAR POST
PARTUM
A. DEFINISI
Puerperium / nifas adalah masa
sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhirnya ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas
berlangsung selama ± 6 minggu. Post partum adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga
ibu sendiri, tanpa bantuan alat – alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang
umumnya berlangsung kurang dari 24 jam (Mansjoer, 2010).
Masa nifas atau puerperium adalah
masa dimulai setelah partus selesai dan berakhir kira-kira 6 minggu (Hafifah,
2011).
Masa nifas ( puerperium ) adalah
masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat – alat kandungan
kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8 minggu (Mochtar,
2015).
B. ETIOLOGI
Penyebab
persalinan belum pasti diketahui,namun beberapa teori menghubungkan dengan
faktor hormonal,struktur rahim,sirkulasi rahim,pengaruh tekanan pada saraf dan
nutrisi (Hafifah, 2011), yaitu :
1.
Teori penurunan hormone
1-2
minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormone progesterone dan estrogen.
Fungsi progesterone sebagai penenang otot –otot polos rahim dan akan
menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila progesterone
turun.
2.
Teori placenta menjadi
tua
Turunnya
kadar hormone estrogen dan progesterone menyebabkan kekejangan pembuluh darah
yang menimbulkan kontraksi rahim.
3.
Teori distensi rahim
Rahim
yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskemik otot-otot rahim sehingga
mengganggu sirkulasi utero-plasenta.
4.
Teori iritasi mekanik
Di
belakang servik terlihat ganglion servikale(fleksus franterrhauss). Bila
ganglion ini digeser dan di tekan misalnya oleh kepala janin akan timbul
kontraksi uterus.
5.
Induksi partus
Dapat
pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang dimasukan dalam kanalis
servikalis dengan tujuan merangsang pleksus frankenhauser, amniotomi pemecahan
ketuban), oksitosin drip yaitu pemberian oksitosin menurut tetesan perinfus.
C. PATOFISIOLOGI
Menurut
Mochtar (2015) Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia
interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan
sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat genetal ini dalam keseluruhannya
disebut “involusi”. Disamping involusi terjadi perubahan-perubahan lain yakni
hemokonsentrasi dan timbulonya laktasi yang terakhir ini karena pengaruh
lactogenik hormon dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mama.
Otot-otot
uterus berkontraksi segera post partum, pembuluh-pembuluh darah yang ada antara
nyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan pendarahan
setelah plasenta lahir.
Perubahan-perubahan
yang terdapat pada serviks ialah segera setelah post partum entuk serviks agak
menganga seperti corong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri terbentuk
seperti cincin.
Perubahan-perubahan
yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya trombosis, degenerasi dan
nekrosis di tempat implantasi plasenta pada hari pertama endometrium yang
kira-kira setebal 2 – 5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan
desisua dan selaput janin regenerasi endometrium terjadi sisa-sisa sel desisua
basalis yang memakai waktu 2 – 3 minggu.
Ligamen-ligamen
dan diafragma pelvis serta fascia yang merenggang sewaktu kehamilan dan partus
setelah janin lahir berangsur-angsur kembali seperti sedia kala. Nifas dibagi
dalam tiga periode :
1.
Post partum dini yaitu
kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri, berjalan-jalan.
2.
Post partum intermedial
yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
3.
Post partum terlambat
yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama
hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi untuk sehat sempurna bisa
berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.
D. MANIFESTASI
KLINIS
Menurut Mochtar (2015)
tanda dan gejala post partum sebagai berikut :
1.
Involusi uterus
Adalah proses
kembalinya alat kandungan uterus dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan
sehingga mencapai keadaan seperti sebelum hamil. Setelah plasenta lahir, uterus merupakan alat
yang keras, karena kontraksi ini menyebabkan rasa nyeri/mules-mules yang disebut
after pain post partum terjadi pada hari ke – 2-3 hari.
2.
Kontraksi uterus
Intensistas kontraksi
uterus meningkat setelah melahirkan berguna untuk mengurangi volume cairan
intra uteri. Setelah 1 – 2 jam post
partum, kontraksi menurun stabil berurutan, kontraksi uterus menjepit pembuluh
darah pada uteri sehingga perdarahan setelah plasenta lahir dapat berhenti.
3.
After pain
Terjadi karena pengaruh
kontraksi uterus, normal sampai hari ke -3.
After pain meningkat karena adanya sisa plasenta pada cavum uteri, dan
gumpalan darah (stoll cell) dalam cavum uteri .
4.
Endometrium
Pelepasan plasenta dan
selaput janin dari dinding rahim terjadi pada stratum spunglosum, bagian atas
setelah 2 – 3 hari tampak bahwa lapisan atas dari stratum sponglosum yang
tinggal menjadi nekrosis keluar dari lochia.
Epitelisasi endometrium siap dalam 10 hari, dan setelah 8 minggu
endometrium tumbuh kembali.
Epitelisasi tempat
plasenta + 3 minggu tidak menimbulkan jaringan parut, tetapi endometrium baru,
tumbuh di bawah permukaan dari pinggir luka.
5.
Ovarium
Selama hamil tidak
terjadi pematangan sel telur. Masa nifa
terjadi pematangan sel telur, ovulasi tidak dibuahi terjadi mentruasi, ibu
menyusui mentruasinya terlambat karena pengaruh hormon prolaktin.
6.
Lochia
Adalah cairan yang
dikeluarkan dari uterus melalui vagina dalam masa nifas, sifat lochia alkalis
sehingga memudahkan kuman penyakit berkembang biak. Jumlah lebih banyak dari pengeluaran darah
dan lendir waktu menstruasi, berbau anyir, tetapi tidak busuk.
Lochia dibagi dalam
beberapa jenis :
a.
Lochia rubra
Pada hari 1 – 2
berwarna merah, berisi lapisan decidua, sisa-sisa chorion, liguor amni, rambut
lanugo, verniks caseosa sel darah merah.
b.
Lochia sanguinolenta
Dikeluarkan hari ke 3 –
7 warna merah kecoklatan bercampur lendir, banyak serum selaput lendir,
leukosit, dan kuman penyakit yang mati.
c.
Lochia serosa
Dikeluarkan hari ke 7 –
10, setelah satu minggu berwarna agak kuning cair dan tidak berdarah lagi.
d.
Lochia alba
Setelah 2 minggu,
berwarna putih jernih, berisi selaput lendir, mengandung leukosit, sel epitel,
mukosa serviks dan kuman penyakit yang telah mati.
7.
Serviks dan vagina
Beberapa hari setelah
persalinan, osteum externum dapat dilalui oleh 2 jari dan pinggirnya tidak rata
(retak-retak). Pada akhir minggu pertama
hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja.
Vagina saat persalinan sangat diregang lambat laun mencapai ukuran
normal dan tonus otot kembali seperti biasa, pada minggu ke-3 post partum,
rugae mulai nampak kembali.
8.
Perubahan pada dinding
abdomen
Hari pertama post
partum dinding perut melipat dan longgar karena diregang begitu lama. Setelah 2 – 3 minggu dinding perut akan
kembali kuat, terdapat striae melipat, dastosis recti abdominalis (pelebaran
otot rectus/perut) akibat janin yang terlalu besar atau bayi kembar.
9.
Perubahan Sistem
kardiovaskuler
Volume darah tergantung
pada jumlah kehilangan darah selama partus dan eksresi cairan extra vasculer.
Curah jantung/cardiac
output kembali normal setelah partus
10. Perubahan
sistem urinaria
Fungsi ginjal normal,
dinding kandung kemih memperlihatkan oedema dan hiperemi karena desakan pada
waktu janin dilahirkan. Kadang-kadang
oedema trigonum, menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga terjadi retensio
urin. Pengaruh laserasi/episiotomi yang
menyebabkan refleks miksi menurun.
11. Perubahan
sistem Gastro Intestina
Terjadi gangguan
rangsangan BAB atau konstipasi 2 – 3 hari post partum. Penyebabnya karena penurunan tonus
pencernaan, enema, kekakuan perineum karena episiotomi, laserasi, haemorroid
dan takut jahitan lepas
12. Perubahan
pada mammae
Hari pertama bila
mammae ditekan sudah mengeluarkan colustrum.
Hari ketiga produksi ASI sudah mulai dan jaringan mammae menjadi tegang,
membengkak, lebut, hangat dipermukaan kulit (vasokongesti vaskuler)
13. Laktasi
Pada waktu dua hari
pertama nifas keadaan buah dada sama dengan kehamilan. Buah dada belum mengandung susu melainkan
colustrum yang dapat dikeluarkan dengan memijat areola mammae.
Colustrum yaitu cairan
kuning dengan berat jenis 1.030 – 1,035 reaksi alkalis dan mengandung protein
dan garam, juga euglobin yang mengandung antibodi. Bayi yang terbaik dan harus
dianjurkan kalau tidak ada kontra indikasi
14. Temperatur
Temperatur pada post
partum dapat mencapai 38 0C dan normal kembali dalam 24 jam. Kenaikan suhu ini disebabkan karena hilangnya
cairan melalui vagina ataupun keringat, dan infeksi yang disebabkan
terkontaminasinya vagina.
15. Nadi
Umumnya denyut nadi
pada masa nifas turun di bawah normal.
Penurunan ini akibat dari bertambahnya jumlah darah kembali pada
sirkulasi seiring lepasnya placenta.
Bertambahnya volume darah menaikkan tekanan darah sebagai mekanisme
kompensasi dari jantung dan akan normal pada akhir minggu pertama.
16. Tekanan
Darah
Keadaan tensi dengan
sistole 140 dan diastole 90 mmHg baik saat kehamilan ataupun post partum
merupakan tanda-tanda suatu keadaan yang harus diperhatikan secara serius.
17. Hormon
Hormon kehamilan mulai
berkurang dalam urine hampir tidak ada dalam 24 hari, setelah 1 minggu hormon
kehamilan juga menurun sedangkan prolaktin meningkat untuk proses laktasi
E. KOMPLIKASI
1.
Pembengkakan payudara
2.
Mastitis (peradangan
pada payudara)
3.
Endometritis
(peradangan pada endometrium)
4.
Post partum blues
5.
Infeksi puerperalis
ditandai dengan pembengkakan, rasa nyeri, kemerahan pada jaringan terinfeksi
atau pengeluran cairan berbau dari jalan lahir selam persalinan atau sesudah
persalinan (Mochtar, 2015)
F.
PENATALAKSANAAN
1.
Observasi ketat 2 jam
post partum (adanya komplikasi perdarahan)
2.
6-8 jam pasca
persalinan: istirahat dan tidur tenang, usahakan miring kanan kiri
3.
Hari ke- 1-2:
memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar dan perawatan
payudara, perubahan-perubahan yang terjadi pada masa nifas, pemberian informasi
tentang senam nifas.
4.
Hari ke- 2: mulai
latihan duduk
5.
Hari ke- 3:
diperkenankan latihan berdiri dan berjalan (Mochtar, 2015).
G. PENGKAJIAN
1.
Pengkajian Fokus
Keperawatan menurut Doengoes (2007) sebagai berikut :
a.
Riwayat ibu
1)
Biodata ibu.
2)
Penolong.
3)
Jenis persalinan.
4)
Masalah-masalah
persalinan.
5)
Nyeri.
6)
Menyusui atau tidak.
7)
Keluhan-keluhan saat
ini, misalnya : kesedihan/depresi, pengeluaran per vaginam/perdarahan/lokhia,
putting/payudara.
8)
Rencana masa datang :
kontrasepsi yang akan digunakan.
b.
Riwayat sosial ekonomi
1)
Respon ibu dan keluarga
terhadap bayi.
2)
Kehadiran anggota
keluarga untuk membantu ibu di rumah.
3)
Para pembuat keputusan
di rumah.
4)
Kebiasaan minum,
merokok dan menggunakan obat.
5)
Kepercayaan dan adat
istiadat.
c.
Riwayat bayi
1)
Menyusu.
2)
Keadan tali pusat.
3)
Vaksinasi.
4)
Buang air kecil/besar.
d.
Pemeriksaan fisik
1)
Pemeriksaan umum
a)
Suhu tubuh.
b)
Denyut nadi.
c)
Tekanan darah.
d)
Tanda-tanda anemia.
e)
Tanda-tanda
edema/tromboflebitis.
f)
Refleks.
g)
Varises.
h)
CVAT (Contical
Vertebral Area Tenderness).
2)
Pemeriksaan payudara
a)
Putting susu : pecah,
pendek, rata.
b)
Nyeri tekan.
c)
Abses.
d)
Pembengkakan/ASI
terhenti.
e)
Pengeluaran ASI.
3)
Pemeriksaan perut /
uterus
a)
Posisi uterus/tinggi
fundus uteri.
b)
Kontraksi uterus.
c)
Ukuran kandung kemih.
4)
Pemeriksaan
vulva/perineum
a)
Pengeluaran lokhia.
b)
Penjahitan laserasi
atau luka episiotomi.
c)
Pembengkakan.
d)
Luka.
e)
Hemoroid.
5)
Aktivitas/istirahat
Insomnia mungkin
teramati.
6)
Sirkulasi
Episode diaforetik
lebih sering terjadi pada malam hari.
7)
Integritas ego
Peka rangsang, takut /
menangis (“post partum blues” sering terlihat kira-kira 3 hari setelah
melahirkan).
8)
Eliminasi
Diuresis diantara hari
kedua dan kelima.
9)
Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan
mungkin dikeluhkan kira-kira hari ketiga.
10) Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara /
pembesaran dapat terjadi diantara hari ketiga sampai kelima pasca partum.
11) Seksualitas
Uterus 1 cm di atas
umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran, menurun kira-kira 1 lebar jari setiap
harinya.
Lokhia rubra berlanjut
sampai hari kedua sampai ketiga, berlanjut menjadi lokhia serosa dengan aliran
tergantung pada posisi (misal : rekumben versus ambulasi berdiri) dan aktivitas
(misal : menyusui).
Payudara : produksi kolostrum
48 jam pertama, berlanjut pada suhu matur, biasanya pada hari ketiga; mungkin
lebih dini, tergantung kapan menyusui dimulai.
H. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Nyeri akut
2.
Resiko defisit volume
cairan
3.
Perubahan pola
eleminasi BAK (disuria)
4.
Perubahan pola
eleminasi BAB (konstipasi)
5.
Gangguan pemenuhan ADL
6.
Resiko infeksi
7.
Resiko gangguan proses
parenting
I.
RENCANA KEPERAWATAN
No.
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Rencana Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d peregangan perineum; luka episiotomi;
involusi uteri; hemoroid; pembengkakan payudara.
|
Pasien mendemonstrasikan tidak adanya nyeri.
Kriteria hasil: vital sign dalam batas normal, pasien menunjukkan
peningkatan aktifitas, keluhan nyeri terkontrol, payudara lembek, tidak ada
bendungan ASI.
|
1. Kaji tingkat nyeri pasien.
2. Kaji kontraksi uterus, proses
involusi uteri.
3. Anjurkan pasien untuk
membasahi perineum dengan air hangat sebelum berkemih.
4. Anjurkan dan latih pasien
cara merawat payudara secara teratur.
5. Jelaskan pada ibu tetang
teknik merawat luka perineum dan mengganti PAD secara teratur setiap 3 kali
sehari atau setiap kali lochea keluar banyak.
6. Kolaborasi dokter tentang
pemberian analgesik bial nyeri skala 7 ke atas.
|
1. Menentukan intervensi
keperawatan sesuai skala nyeri.
2. Mengidentifikasi
penyimpangan dan kemajuan berdasarkan involusi uteri.
3. Mengurangi ketegangan
pada luka perineum.
4. Melatih ibu mengurangi
bendungan ASI dan memperlancar pengeluaran ASI.
5. Mencegah infeksi dan
kontrol nyeri pada luka perineum.
6. Mengurangi intensitas
nyeri denagn menekan rangsnag nyeri pada nosiseptor.
|
2.
|
Resiko defisit volume cairan b/d pengeluaran yang berlebihan; perdarahan;
diuresis; keringat berlebihan.
|
Pasien dapat mendemostrasikan status cairan membaik.
Kriteria evaluasi: tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema,
haluaran urine di atas 30 ml/jam, kulit kenyal/turgor kulit baik.
|
1. Pantau:
·
Tanda-tanda vital setiap 4
jam.
·
Warna urine.
·
Berat badan setiap hari.
·
Status umum setiap 8 jam.
2. Pantau: cairan masuk dan
cairan keluar setiap 8 jam.
3. Beritahu dokter bila:
haluaran urine < 30 ml/jam, haus, takikardia, gelisah, TD di bawah rentang
normal, urine gelap atau encer gelap.
4. Konsultasi dokter bila
manifestasi kelebihan cairan terjadi.
|
1. Mengidentifikasi penyimpangan
indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
2. Mengidentifikasi keseimbangan
cairan pasien secara adekuat dan teratur.
3. Temuan-temuan ini mennadakan
hipovolemia dan perlunya peningkatan cairan.
4. Mencegah pasien jatuh ke
dalam kondisi kelebihan cairan yang beresiko terjadinya oedem paru.
|
3.
|
Perubahan pola eleminasi BAK (disuria) b/d trauma perineum dan saluran
kemih.
|
Pola eleminasi (BAK) pasien teratur.
Kriteria hasil: eleminasi BAK lancar, disuria tidak ada, bladder kosong,
keluhan kencing tidak ada.
|
1. Kaji haluaran urine, keluhan
serta keteraturan pola berkemih.
2. Anjurkan pasien melakukan
ambulasi dini.
3. Anjurkan pasien untuk
membasahi perineum dengan air hangat sebelum berkemih.
4. Anjurkan pasien untuk
berkemih secara teratur.
5. Anjurkan pasien untuk minum 2500-3000
ml/24 jam.
6. Kolaborasi untuk melakukan
kateterisasi bila pasien kesulitan berkemih.
|
1. Mengidentifikasi penyimpangan
dalam pola berkemih pasien.
2. Ambulasi dini memberikan
rangsangan untuk pengeluaran urine dan pengosongan bladder.
3. Membasahi bladder dengan air
hangat dapat mengurangi ketegangan akibat adanya luka pada bladder.
4. Menerapkan pola berkemih
secara teratur akan melatih pengosongan bladder secara teratur.
5. Minum banyak mempercepat
filtrasi pada glomerolus dan mempercepat pengeluaran urine.
6. Kateterisasi memabnatu
pengeluaran urine untuk mencegah stasis urine.
|
4.
|
Perubahan pola eleminasi BAB (konstipasi) b/d kurangnya mobilisasi; diet
yang tidak seimbang; trauma persalinan.
|
Pola eleminasi (BAB) teratur.
Kriteria hasil: pola eleminasi teratur, feses lunak dan warna khas feses,
bau khas feses, tidak ada kesulitan BAB, tidak ada feses bercampur darah dan
lendir, konstipasi tidak ada.
|
1. Kaji pola BAB, kesulitan BAB,
warna, bau, konsistensi dan jumlah.
2. Anjurkan ambulasi dini.
3. Anjurkan pasien untuk minum
banyak 2500-3000 ml/24 jam.
4. Kaji bising usus setiap 8
jam.
5. Pantau berat badan setiap
hari.
6. Anjurkan pasien makan banyak
serat seperti buah-buahan dan sayur-sayuran hijau.
|
1. Mengidentifikasi penyimpangan
serta kemajuan dalam pola eleminasi (BAB).
2. Ambulasi dini merangsang
pengosongan rektum secara lebih cepat.
3. Cairan dalam jumlah cukup
mencegah terjadinya penyerapan cairan dalam rektum yang dapat menyebabkan
feses menjadi keras.
4. Bising usus
mengidentifikasikan pencernaan dalam kondisi baik.
5. Mengidentifiakis adanya
penurunan BB secara dini.
6. Meningkatkan pengosongan
feses dalam rektum.
|
5.
|
Gangguan pemenuhan ADL b/d immobilisasi; kelemahan.
|
ADL dan kebutuhan beraktifitas pasien terpenuhi secara adekuat.
Kriteria hasil:
- Menunjukkan peningkatan dalam beraktifitas.
- Kelemahan dan kelelahan berkurang.
- Kebutuhan ADL terpenuhi secara mandiri atau dengan
bantuan.
- frekuensi jantung/irama dan Td dalam batas normal.
- kulit hangat, merah muda dan kering
|
1. Kaji toleransi pasien
terhadap aktifitas menggunakan parameter berikut: nadi 20/mnt di atas frek
nadi istirahat, catat peningaktan TD, dispnea, nyeri dada, kelelahan berat,
kelemahan, berkeringat, pusing atau pinsan.
2. Tingkatkan istirahat, batasi
aktifitas pada dasar nyeri/respon hemodinamik, berikan aktifitas senggang
yang tidak berat.
3. Kaji kesiapan untuk
meningkatkan aktifitas contoh: penurunan kelemahan/kelelahan, TD stabil/frek
nadi, peningaktan perhatian pada aktifitas dan perawatan diri.
4. Dorong memajukan
aktifitas/toleransi perawatan diri.
5. Anjurkan keluarga untuk
membantu pemenuhan kebutuhan ADL pasien.
6. Jelaskan pola peningkatan
bertahap dari aktifitas, contoh: posisi duduk ditempat tidur bila tidak
pusing dan tidak ada nyeri, bangun dari tempat tidur, belajar berdiri dst.
|
1. Parameter menunjukkan respon
fisiologis pasien terhadap stres aktifitas dan indikator derajat penagruh
kelebihan kerja jnatung.
2. Menurunkan kerja
miokard/komsumsi oksigen , menurunkan resiko komplikasi.
3. Stabilitas fisiologis pada
istirahat penting untuk menunjukkan tingkat aktifitas individu.
4. Komsumsi oksigen miokardia
selama berbagai aktifitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada.
Kemajuan aktifitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja
jantung.
5. Teknik penghematan energi
menurunkan penggunaan energi dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.
6. Aktifitas yang maju
memberikan kontrol jantung, meningaktkan regangan dan mencegah aktifitas
berlebihan.
|
6.
|
Resiko infeksi b/d trauma jalan lahir.
|
Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil: tanda infeksi tidak ada, luka episiotomi kering dan
bersih, takut berkemih dan BAB tidak ada.
|
1. Pantau: vital sign, tanda
infeksi.
2. Kaji pengeluaran lochea,
warna, bau dan jumlah.
3. Kaji luka perineum, keadaan
jahitan.
4. Anjurkan pasien membasuh
vulva setiap habis berkemih dengan cara yang benar dan mengganti PAD setiap 3
kali perhari atau setiap kali pengeluaran lochea banyak.
5. Pertahnakan teknik septik
aseptik dalam merawat pasien (merawat luka perineum, merawat payudara,
merawat bayi).
|
1. Mengidentifikasi penyimpangan
dan kemajuan sesuai intervensi yang dilakukan.
2. Mengidentifikasi kelainan
pengeluaran lochea secara dini.
3. Keadaan luka perineum
berdekatan dengan daerah basah mengakibatkan kecenderunagn luka untuk selalu
kotor dan mudah terkena infeksi.
4. Mencegah infeksi secara dini.
5. Mencegah kontaminasi silang
terhadap infeksi.
|
7.
|
Resiko gangguan proses parenting b/d kurangnya pengetahuan tentang cara merawat
bayi.
|
Gangguan proses parenting tidak ada.
Kriteria hasil: ibu dapat merawat bayi secara mandiri (memandikan,
menyusui, merawat
tali pusat).
|
1. Beri kesempatan ibu untuk
melakukan
perawatan bayi secara mandiri.
2. Libatkan suami dalam
perawatan bayi.
3. Latih ibu untuk perawatan
payudara secara mandiri dan teratur.
4. Motivasi ibu untuk
meningkatkan intake cairan dan diet TKTP.
5. Lakukan rawat gabung sesegera
mungkin bila tidak terdapat komplikasi pada ibu atau bayi.
|
1. Meningkatkan kemandirian ibu
dalam perawatan bayi.
2. Keterlibatan bapak/suami
dalam perawatan bayi akan membantu meningkatkan keterikatan batih ibu dengan
bayi.
3. Perawatan payudara secara
teratur akan mempertahankan produksi ASI secara kontinyu sehingga kebutuhan
bayi akan ASI tercukupi.
4. Meningkatkan produksi ASI.
5. Meningkatkan hubungan ibu dan
bayi sedini mungkin.
|
DAFTAR
PUSTAKA
Bulechek, Gloria M., dkk. 2013. NOC Edisi Ke-6. Indonesia :
Mocomedia
Doengopes, Marlyn E. 2007. Rencana asuhan keperawatan.
Jakarta : EGC.
Hanifa
Wikyasastro. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.
Heardman, T. Heather. 2015. NANDA International 2015-2017.
Jakarta : EGC.
Mansjoer.
2010. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3 Jilid 1. Jakarta : Penerbit Media
Aesculapius.
Moorhead, Sue. 2013., dkk. NIC Edisi Ke-5. Indonesia :
Mocomedia
Mochtar,
Rustam. 2015. Sinopsis Obstetri Jilid I Edisi 2. Jakarta: EGC.
Comments
Post a Comment