Menurut Guba dan Lincoln kriteria penelitian dapat dipercaya dalam menampilkan fenomena yang mendukung keakuratan penelitian, meliputi: 1. Credibility merupakan penelitian dipercaya ketika partisipan mengakui temuan penelitian sebagai pengalamannya. 2. Dependability merupakan data yang didapatkan stabil pada setiap waktu dan kondisi. Proses penelitian logis, dapat dilacak, dan pendokumentasian jelas. 3. Conformability merupakan objektivitas data atau kenetralan data yang menunjukkan bahwa intepretasi dan temuan penelitian jelas berasal dari data serta sebagai petunjuk sebuah kesimpulan dan intepretasi telah di capai. Transferability merupakan generalisasi penerapan hasil penelitian untuk diterapkan pada tempat atau kondisi yang setara.
ISOLASI SOSIAL
A.
DEFINISI
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang
individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi
dengan orang lain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain
(Purba, dkk. 2008).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang
merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan
cara menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk.
2009).
Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang
individu yang diterima sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi
yang negatif atau mengancam (Wilkinson, 2007).
B.
ETIOLOGI
1.
Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial menurut Purba (2008) adalah:
a.
Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus
dilalui individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak
dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah
tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan
dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan
dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat
terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat
mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian
hari. Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak
mersaa diperlakukan sebagai objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan
individu dalam berhubungan terdiri dari:
1)
Masa Bayi, Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhan biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan
anak, akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini
sangat penting karena akan mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di
kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya
pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada
masa berikutnya.
2)
Masa Kanak-kanak, Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang
mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan
dengan teman-temannya. Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau
terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus,
aturan yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat
menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang tua harus
dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya,
maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak
mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan, berkompetensi dan
berkompromi dengan orang lain.
3)
Masa Praremaja dan Remaja, Pada praremaja individu mengembangkan hubungan
yang intim dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi
individu untuk mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di
masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang
menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan individu
dengan kelompok maupun teman lebih berarti daripada hubungannya dengan orang
tua. Konflik akan terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan
keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan
maupun tergantung pada remaja.
4)
Masa Dewasa Muda, Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan
hubungan interdependen antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan
ditandai dengan kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima
perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap
untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan.
Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi dan
menerima (mutuality).
5)
Masa Dewasa Tengah, Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya,
ketergantungan anak-anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat
digunakan individu untuk mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan
pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan
hubungan yang interdependen antara orang tua dengan anak.
6)
Masa Dewasa Akhir, Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik
kehilangan keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun
pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan tersebut ketergantungan pada
orang lain akan meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus dapat
dipertahankan.
b.
Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
1)
Sikap bermusuhan/hostilitas
2)
Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
3)
Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
4)
Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak,
hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi
kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara
terbuka dengan musyawarah.
5)
Ekspresi emosi yang tinggi
6)
Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang
membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
c.
Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena
norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak
produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
d.
Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden
tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang
menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot
apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi
kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur
limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
2.
Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat
ditimbulkan oleh faktor internal maupun eksternal, meliputi:
a.
Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya
penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang
dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh,
dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi
sosial.
b.
Stressor Biokimia
1)
Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta
tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
2)
Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan
dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang
menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi
terjadinya skizofrenia.
3)
Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh
dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan hormon
adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
4)
Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala
psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.
c.
Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat
interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
d.
Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang
disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan
menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
C.
POHON MASALAH
Sumber: (Keliat,
2009)
D.
TANDA DAN GEJALA
Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi
sosial yang dapat ditemukan dengan wawancara, adalah:
1.
Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2.
Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3.
Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
4.
Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5.
Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
6.
Pasien merasa tidak berguna
7.
Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
E.
AKIBAT YANG DITIMBULKAN
Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko
terjadinya perubahan persepsi sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori
halusinasi adalah persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus
eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita/kenyataan
seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya tidak
ada.
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari
panca indera, di mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang
dapat disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau
histerik.Halusinasi merupakan pengalaman mempersepsikan yang terjadi tanpa
adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi lima perasaan (pengelihatan,
pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan), akan tetapi yang paling umum
adalah halusinasi pendengaran.
F.
PETALAKSANAAN
1.
Terapi Psikofarmaka
a.
Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri
terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi.
Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya
berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan
sosial dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek samping gangguan otonomi
(hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi,
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama
jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom parkinson).
Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee). Hematologik, agranulosis.
Biasanya untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati,
penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b.
Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta
dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan
miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra
meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati,
penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
c.
Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik,
sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek
samping diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah,
bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine.
Kontraindikasi terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut
sempit, psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010).
2.
Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi
sosial dapat diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan
masing-masing strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat
mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi dengan pasien mengenai
keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan
orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan
berbiincang-bincang dengan orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua,
perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada
pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien
memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu
kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan
menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk.
2008)
3.
Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami
ketidakmampuan bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga
yaitu:
a.
Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari
yang meliputi:
1)
Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun
tidur.
2)
Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk tingkah
laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.
3)
Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan mandi
dan sesudah mandi.
4)
Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan
berganti pakaian.
5)
Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang dan
setelah makan dan minum.
6)
Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan kebutuhan
kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan pakaian, badan,
rambut, kuku dan lain-lain.
7)
Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat
menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh benda
tajam sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat ditempat yang
berbahaya tanpa tujuan yang positif.
8)
Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi
tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu
diperhatikan karena sering merupakan gejala primer yang muncul padagangguan
jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan gejala insomnia (gangguan tidur)
tetapi bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.
b.
Tingkahlaku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien dalam
kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
1)
Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan hubungan
sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya, berbicara dengan
kawannya dan sebagainya.
2)
Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan waktu
ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya.
3)
Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan
orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya
kesungguhan dalam berkomunikasi.
4)
Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul
dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).
5)
Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan ketertiban
yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
6)
Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau
sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.
7)
Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat
mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak meludah
sembarangan, tidak membuang puntung rokok sembarangan dan sebagainya.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa
berupa faktor presipitasi, penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki
klien. Setiap melakukan pengajian ,tulis tempat klien dirawat dan tanggal
dirawat isi pengkajian meliputi :
1.
Identitas klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama,
tangggal MRS , informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
2.
Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi
kurang atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang
lain ,tidak melakukan kegiatan sehari – hari , dependen.
3.
Factor predisposisi
Kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak
realistis ,kegagalan / frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya;
perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai suami , putus sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai suami , putus sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
4.
Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan
keluhafisik yang dialami oleh klien.
5.
Aspek Psikososial
a.
Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b.
Konsep diri
1)
Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima
perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan
perubahan tubuh , persepsi negatip tentang tubuh . Preokupasi dengan bagia
tubuh yang hilang , mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.
2)
Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu
mengambil keputusan .
3)
Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses menua
, putus sekolah, PHK.
4)
Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan keinginan
yang terlalu tinggi
5)
Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri ,
gangguan hubungan sosial , merendahkan martabat , mencederai diri, dan kurang
percaya diri.
6.
Hubungan sosial
Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga social dengan
orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam masyarakat.
7.
Status mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang
dapat memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan
dengan orang lain , Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam
hidup.
8.
Kebutuhan persiapan pulang
a.
Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
b.
Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC, membersikan dan
merapikan pakaian.
c.
Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
d.
Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas didalam dan
diluar rumah
e.
Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
9.
Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada
orang orang lain( lebih sering menggunakan koping menarik diri).
10. Aspek medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
Psikomotor, therapy
okopasional, TAK , dan rehabilitas.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Resiko perubahan sensori persepsi berhubungan
dengan menarik diri.
- Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan
harga diri rendah
- Gangguan konsep diri : harga diri rendah
berhubungan dengan tidak efektifnya koping individu : koping defensif.
Dx Kep.
|
TUJUAN
|
INTERVENSI
|
Isolasi Sosial
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam Klien dapat berinteraksi dengan orang lain baik secara individu maupun
secara berkelompok dengan kriteria hasil :
§ Klien dapat membina hubungan saling percaya.
§ Dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial.
§ Dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan
orang lain.
§ Dapat menyebutkan kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain.
§ Dapat berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang
lain secara bertahap.
§ Terlibat dalam aktivitas sehari-hari
|
TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
§ Klien
SP
1
o
Bina hubungan saling
percaya
o
Identifikasi penyebab
isolasi sosial
SP
2
o
Diskusikan bersama Klien
keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan kerugian tidak berinteraksi
dengan orang lain
o
Ajarkan kepada Klien cara
berkenalan dengan satu orang
o
Anjurkan kepada Klien
untuk memasukan kegiatan berkenalan dengan orang lain dalam jadwal kegiatan
harian dirumah
SP 3
o
Evaluasi pelaksanaan dari
jadwal kegiatan harian Klien
o
Beri kesempatan pada Klien
mempraktekan cara berkenalan dengan dua orang
o
Ajarkan Klien
berbincang-bincang dengan dua orang tetang topik tertentu
o
Anjurkan kepada Klien
untuk memasukan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain dalam jadwal
kegiatan harian dirumah
SP 4
o
Evaluasi pelaksanaan dari
jadwal kegiatan harian Klien
o
Jelaskan
tentang obat yang diberikan (Jenis, dosis, waktu, manfaat dan efek samping
obat)
o
Anjurkan
Klien memasukan kegiatan bersosialisasi dalam jadwal kegiatan harian dirumah
o
Anjurkan Klien untuk
bersosialisasi dengan orang lain
§ Keluraga
o Diskusikan
masalah yang dirasakan kelura dalam merawat Klien
o Jelaskan
pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami Klien dan proses
terjadinya
o Jelaskan dan
latih keluarga cara-cara merawat Klien
TINDAKAN PSIKOFARMAKA
§ Beri obat-obatan sesuai program
§ Pantau keefektifan dan efek sampig obat yang diminum
§ Ukur vital sign secara periodik
TINDAKAN MANIPULASI LINGKUNGAN
§ Libatkan dalam makan bersama
§ Perlihatkan sikap menerima dengan cara melakukan kontak singkat tapi
sering
§ Berikan reinforcement positif setiap Klien berhasil melakukan suatu
tindakan
§ Orientasikan Klien pada waktu, tempat, dan orang sesuai kebutuhannya
|
DAFTAR PUSTAKA
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar
Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika
Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa
. Jakarta : EGC .
Keliat Budi Ana.
1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC
Anna Budi Keliat, SKp. (2006). Asuhan Keperawatan
Klien Gangguan Sosial Menarik Diri, Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.
Anonim. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Isolasi
Sosial. Diakses pada tanggal 24 Juli 2012 pada http://nurse87.wordpress.com/2009/06/04/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-isolasi-sosial/
Nita Fitria. 2009. Prinsip
Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan
Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta:
Salemba Medika.
Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental
Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan
Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API). Jakarta : fajar
Interpratama.
lp-isolasi-sosial.azam.bloggespot.com
Comments
Post a Comment