Skip to main content

Trustworthiness of Data

  Menurut Guba dan Lincoln kriteria penelitian dapat dipercaya dalam menampilkan fenomena yang mendukung keakuratan penelitian, meliputi: 1.       Credibility merupakan penelitian dipercaya ketika partisipan mengakui temuan penelitian sebagai pengalamannya. 2.       Dependability merupakan data yang didapatkan stabil pada setiap waktu dan kondisi. Proses penelitian logis, dapat dilacak, dan pendokumentasian jelas. 3.       Conformability merupakan objektivitas data atau kenetralan data yang menunjukkan bahwa intepretasi dan temuan penelitian jelas berasal dari data serta sebagai petunjuk sebuah kesimpulan dan intepretasi telah di capai. Transferability merupakan generalisasi penerapan hasil penelitian untuk diterapkan pada tempat atau kondisi yang setara.

lp fraktur nasal

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Memang di negara ini, kasus kecelakaan lalu-lintas sangat tinggi. Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Menurut data kepolisian Republik Indonesia Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kejadian, dengan kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat, dan 8.694 mengalami luka ringan. Dengan data itu, rata-rata setiap hari, terjadi 40 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 30 orang meninggal dunia. Adapun di Sulawesi Selatan, jumlah kecelakaan juga cenderung meningkat di mana pada tahun 2001 jumlah korban mencapai 1717 orang, tahun 2002 sebanyak 2.277 orang, 2003 sebanyak 2.672 orang, tahun 2004 jumlah ini meningkat menjadi 3.977 orang, tahun 2005 dari Januari sampai September jumlah korban mencapai 3.620 orang dengan korban meninggal 903 orang.
Trauma yang terjadi kecelakaan lalu-lintas memiliki banyak bentuk, tergantung dari organ apa yang dikenai. Trauma semacam ini, secara lazim, disebut sebagai trauma benda tumpul. Ada tiga trauma yang paling sering terjadi dalam peristiwa ini, yaitu trauma kepala, fraktur (patah tulang), dan trauma dada.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar daripada yang diabsorpsinya. Fraktur nasal adalah jenis trauma wajah yang paling sering terjadi. Posisinya yang berada di tengah dan proyeksi anterior pada wajah menjadi faktor predisposisi terjadinya trauma. Fraktur nasal disebabkan oleh trauma dengan kecepatan rendah. Fraktur nasal yang disebabkan oleh kecepatan yang tinggi bisa menyebabkan fraktur wajah.

B.       Tujuan
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur nasal.





BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.      Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontunuitas  tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk dan bahkan kontraksi otot eksterm. (Brunner dan suddarth ,2010).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Mansjoer, 2007).
Fraktur tulang hidung dapat mengakibatkan terhalangnya jalan pernafasan dan deformitas pada hidung. Jenis dan kerusakan yang timbul tergantung pada kekuatan, arah dan mekanismenya. Terdapat beberapa jenis fraktur hidung antara lain (Robinstein, 2011).

B.       Anatomi  Fisiologi Hidung
Os nasal dipasangkan menyokong setengah bagian atas piramida nasal. Setiap os nasal berartikulasi secara lateral dengan prosesus frontal os maxilla dan berproyeksi secara anterior ke arah garis tengah. Bagian superior, os nasal tebal dan berartikulasi dengan os frontal. Bagian inferior, os nasal menjadi tipis, dan berartikulasi dengan kartilago lateral atas. Akibatnya, sebagian besar fraktur os nasal terjadi pada setengah bagian bawah os nasal. Septum bagian posterior terdiri dari vomer dan lamina perpendecularis os ethmoid dan bertempat di garis tengah belakang os nasal. Sayangnya, tulang-tulang ini tipis dan memberikan sokongan yang kecil pada setengah bagian atas dari hidung.
Setengah bagian bawah dari hidung disokong oleh 2 kartilago lateral atas, 2 kartilago lateral bawah, dan kartilago quadrangularis Kartilago lateral atas memiliki artikulasi jenis fibrosa di bagian superiornya dengan os nasal, di bagian medialnya dengan kartilago quadrangularis medial, dan di bagian inferiornya dengan kartilago lateral bawah. Konfigurasi berbentuk sayap burung camar ini memberikan dukungan yang penting untuk katup nasal internal, bagian dari tahanan terbesar terhadap aliran
udara inspirasi. Kartiloago lateral bawah terdiri dari crus medial dan lateral dalam konfigurasi berbentuk “sayap burung camar” yang sama. Terdapat hubungan secara fibrosa di bagian superiornya dengan kartilago lateral atas, dan di bagian medialnya satu sama lain. Kartilago lateral bawah tebal dan menggambarkan kontur dari apex nasal dan nostril. Kartilago quadrangularis bertindak sebagai tiang tenda, memberikan sokongan untuk apex dan dorsum nasi (Rubinstein, 2011).

C.       Jenis – Jenis Fraktur Hidung
1.         Fraktur hidung sederhana
Jika fraktur dari tulang hidung, dapat dilakukan perbaikan dari fraktur tersebut dengan anastesi local.
2.         Fraktur Tulang Hidung Terbuka
Fraktur tulang hidung terbuka menyebabkan perubahan tempat dari tulang hidung dan disertai laserasi pada kulit atau mukoperiosteum rongga hidung.
3.         Fraktur Tulang Nasoetmoid
Fraktur ini merupakan fraktur hebat pada tulang hidung, prosesus frontal pars maksila dan prosesus nasal pars frontal. Fraktur tulang nasoetmoid dapat menyebabkan komplikasi (Mansjoer, 2007).

D.      Etiologi
Menurut Mansjoer (2007) Penyebab trauma nasal ada 4 yaitu:
1.         Mendapat serangan misal dipukul,atau terjatuh
2.         Injury karena olah raga
3.         Kecelakaan (personal accident)
4.         Kecelakaan lalu lintas

E.       Patofisiologi
Gangguan traumatik os dan kartilago nasal dapat menyebabkan deformitas eksternal dan obstruksi jalan napas yang bermakna. Jenis dan beratnya fraktur nasal tergantung pada kekuatan, arah, dan mekanisme cedera. Sebuah benda kecil dengan kecepatan tinggi dapat memberikan kerusakan yang sama dengan benda yang lebih besar pada kecepatan yang lebih rendah. Trauma nasal bagian lateral yang paling umum dan dapat mengakibatkan fraktur salah satu atau kedua os nasal. Hal ini sering disertai dengan dislokasi septum nasal di luar krista maxillaris Dislokasi septal dapat mengakibatkan dorsum nasi berbentuk S, asimetri apex, dan obstruksi jalan napas. Trauma frontal secara langsung pada hidung sering menyebabkan depresi dan pelebaran dorsum nasi dengan obstruksi nasal yang terkait. Cedera yang lebih parah dapat mengakibatkan kominusi pecah menjadi kecil-kecil seluruh piramida nasal. Jika cedera ini tidak didiagnosis dan diperbaiki dengan tepat, pasien akan memiliki hasil kosmetik dan fungsional yang jelek.
Diagnosis fraktur nasal yang akurat tergantung pada riwayat dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh. Riwayat yang lengkap meliputi penilaian terhadap kekuatan, arah, dan mekanisme cedera munculnya epistaksis atau rhinorea cairan serebrospinalis, riwayat fraktur atau operasi nasal sebelumnya, dan obstruksi nasal atau deformitas nasal eksterna setelah cedera. Pemeriksaan fisik yang paling akurat jika dilakukan sebelum timbulnya edema pasca trauma. Pemeriksaan ini memerlukan pencahayaan yang cukup lampu kepala atau otoskop, instrumentasi spekulum hidung, dan suction sebaiknya tipe Frasier. Inspeksi pada bagian dalam hidung sangat penting (Rubinstein, 2011).

F.        Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstermitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna.
1.         Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2.         Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah bukannya tetap rigid seperti normalnya, pergeseran fragmen pada fraktur menyebabkan deformitas, ekstermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstermitas yang normal. Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3.         Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
4.         Saat ekstermitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
5.         Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera (Brunner dan suddarth ,2010).



G.      Komplikasi
1.         Deviasi hidung
Deviasi dapat terjadi pada septum nasal, tulang nasal atau keduanya.
2.         Bleeding
3.         Saddling
4.         Kebocoran cairan serebrospinal
5.         Komplikasi orbital (Hidayat, 2009).

H.      Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan radiologi water positions, pada foto cranium anteroposterior, foto nasale lateral, didapatkan kesan fraktur os nasal dengan aposisi et alignment baik dan tidak tampak pembesaran chonca nasalis bilateral. Dari data tersebut dapat ditegakkan diagnosis fraktur os nasal dengan penyebab oleh karena kecelakaan lalu lintas.
        1.               Pemeriksaan Rongent : Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior, posterior lateral.
        2.               CT Scan tulang, fomogram MRI : Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan.
        3.               Arteriogram (bila terjadi kerusakan vasculer) (Doengoes, 2007).

I.         Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada klien dengan fraktur tertutup adalah sebagai berikut :
1.         Terapi non farmakologi, terdiri dari :
a.         Mengelevasikan kepala dan kompres dingin, kemudian dilakukan pembedahan dengan reposisi os.nasal teknik reduksi tertutup dengan sebelumnya
b.        Elevasi dari kepala dan penggunaan kompres air dingin pada daerah periorbital dan regio nasal sendiri dapat membantu untuk mengurangi edema yang terjadi. Untuk teknik pembedahannya sendiri tergantung dari fraktur hidung yang terjadi.
2.         Terapi farmakologi, terdiri dari :
a.         Reposisi terbuka, membutuhkan sedasi yang lebih dalam atau anestesia umum. Indikasinya antara lain fraktur luas-dislokasi dari tulang nasal dan septum, dislokasi fraktur dari septum kaudal, fraktur septum terbuka, deformitas persisten setelah reduksi tertutup, untuk indikasi relatifnya seperti hematom septum, reduksi tulang yang inadekuat terkait dengan deformitas pada septum, deformitas kartilagenus, pembedahan intranasal baru-baru ini.
b.        Reduksi tertutup, elevasi dari kepala dan penggunaan kompres air dingin pada daerah periorbital dan regio nasal sendiri dapat membantu untuk mengurangi edema yang terjadi. Untuk teknik pembedahannya sendiri tergantung dari fraktur hidung yang terjadi.
Dari hasil anamnesis didapatkan data pasien dengan nyeri pada hidungnya disertai keluar darah/mimisan. Dari pemeriksaan hidung didapatkan jejas pada hidung, tampak deformitas, terdapat nyeri tekan hidung, deviasi septum nasi. Dari pemeriksaan radiologi water positions, pada foto cranium anteroposterior, foto nasale lateral, didapatkan kesan fraktur os nasal dengan aposisi et alignment baik dan tidak tampak pembesaran chonca nasalis bilateral. Dari data tersebut dapat ditegakkan diagnosis fraktur os nasal dengan penyebab oleh karena kecelakaan lalu lintas. Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah dengan mengelevasikan kepala dan kompres dingin, kemudian dilakukan pembedahan dengan reposisi os.nasal teknik reduksi tertutup dengan sebelumnya diberikan medikasi. Untuk tindakan operasinya sendiri tergantung dari jenis frakturnya. (Hidayat, 2009)



ASUHAN KEPERAWATAN
A.      Pengkajian
Pengkajian Pasien Post Operasi Fraktur ( Doenges, 2007) meliputi :
a.         Gejala Sirkulasi
Gejala : Riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmononal, penyakit vascular perifer atau Statis vascular (peningkatan resiko pembentu kan thrombus ).
b.         Integritas Ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; faktor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
c.         Makanan / Cairan
Gejala : insufisiensi pankreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ;
malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).
d.        Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune (peningkatan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obatobatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfusi darah / reaksi transfusi.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
e.         Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : penggunaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, anti inflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obatobatan rekreasional. Penggunaan alkohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).
Pemeriksaan Penunjang :
1)        Pemeriksaan Rongent
Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior, posterior lateral.
2)        CT Scan tulang, fomogram MRI
Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan.
3)        Arteriogram (bila terjadi kerusakan vasculer)

B.       Diagnosa Keperawatan
1.         Nyeri akut (00132)
2.         Kerusakan integritas kulit (0046)
3.         Ansietas (00146)

C.       Rencana Keperawatan
1.         Nyeri akut (00132)
NOC : Kontrol Nyeri (1605)
NIC : Manajemen Nyeri (1400)
a.         Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas intensitas/beratnya nyeri, dan faktor pencetus
b.         Ajarkan penggunaan tekik non farmakologi
c.         Berikan informasi mengenai nyeri
d.        Pastikan perawatan analgetik bagi pasien

2.         Kerusakan integritas kulit (00046)
NOC : Integritas Jaringan : Kulit dan Membran Mukosa (1101)
NIC : Perawat Luka (3660)
a.         Monitor karakteristik luka termasuk warna dan ukuran
b.        Bersihkan dengan normal saline
c.         Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengenal tanda dan gejala infeksi
d.        Oleskan salep yang sesuai dengan kulit atau lesi

3.         Ansietas (00146)
NOC : Tingkat Kecemasan (1211)
NIC : Pengurangan Kecemasan (5820)
a.         Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
b.        Jelaskan semua prosedur termasuk sensasi yang akan dirasakan yang mungkin akan dialami pasien selama prosedur
c.         Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, perawatan, dan prognosis
d.        Dorong keluarga untuk mendampingi klien dengan cara yang tepat

D.      Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan post operasi fraktur adalah :
1.         Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2.         Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
3.         Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
4.         Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
5.         Infeksi tidak terjadi / terkontrol.
6.         Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.



DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jakarta :  Media Aesculapius FKUI.
Brunner & Suddarth. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa. Jakarta : EGC.
Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan untuk
perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Alih bahasa :
Kariasa, I.M., Sumarwati,N.M. Jakarta : EGC.
Hidayat, Alimul Aziz. 2009. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba Medika

Rubenstein, David., dkk. 2011. Kedokteran Klinis. Jakarta : EMS. lp-fraktur-nasal.azam.bloggespot.com

Comments

Popular posts from this blog

LP NSTEMI

KONSEP DASAR NSTEMI A.       PENGERTIAN NSTEMI adalah  adanya ketidakseimbangan antara pemintaan dan suplai oksigen ke miokardium terutama akibat penyempitan arteri koroner akan menyebabkan iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan (Sylvia,2009). Unstable Angina (UA) dan Non ST Elevasi Infark Miokard diketahui merupakan suatu kesenambungan dengan kemiripan patofisiologis dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard  berupa peningkatan biomarker jantung (Sudoyo, 2009). Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyeb

WOC DISTRESS SPIRITUAL

Diagnosa nanda nic noc ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan (00099)