Menurut Guba dan Lincoln kriteria penelitian dapat dipercaya dalam menampilkan fenomena yang mendukung keakuratan penelitian, meliputi: 1. Credibility merupakan penelitian dipercaya ketika partisipan mengakui temuan penelitian sebagai pengalamannya. 2. Dependability merupakan data yang didapatkan stabil pada setiap waktu dan kondisi. Proses penelitian logis, dapat dilacak, dan pendokumentasian jelas. 3. Conformability merupakan objektivitas data atau kenetralan data yang menunjukkan bahwa intepretasi dan temuan penelitian jelas berasal dari data serta sebagai petunjuk sebuah kesimpulan dan intepretasi telah di capai. Transferability merupakan generalisasi penerapan hasil penelitian untuk diterapkan pada tempat atau kondisi yang setara.
Laporan Pendahuluan Resiko Prilaku Kekerasan
A.
Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang
merupakan campuran perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini didasarkan
keadaan emosi yang mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari
keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam diri
atau destruktif (Yoseph, Iyus, 2010).
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai
respon terhadap kecemasanatau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan
sebagai ancaman (Stuart & Sundeen, 2007).
Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan adalah
suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan baik verbal maupun non verbal
yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan yang muncul
akibat perasaan jengkel / kesal / marah.
B.
Manifestasi Klinis
Menurut Keliat (2009) adalah:
a.
Klien mengatakan benci / kesal dengan seseorang
b.
Suka membentak
c.
Menyerang orang yang sedang mengusiknya jika sedang
kesal atau kesal
d.
Mata merah dan wajah agak merah
e.
Nada suara tinggi dan keras
f.
Bicara menguasai
g.
Pandangan tajam
h.
Suka merampas barang milik orang lain
i.
Ekspresi marah saat memnicarakan orang
C.
Etiologi
1.
Faktor Predisposisi
a)
Faktor Psikologis
Psiconalytical Theory : teori ini mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan akibat dari instructual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku
manusia dipengaruhi oleh dua insting, pertama insting hidup yang diekspresikan
dengan seksualitas ; dan kedua : insting kematian yang diekspresikan dengan
agresifitas.
b)
Faktor Sosial Budaya
Ini mengemukakan bahwa agresif tidak berbeda dengan respon-respon yang
lain. Agresif dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin
sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi
seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya secara agresif
sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Kultur dapat pula mempengaruhi
perilaku kekerasan, adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif
mana yang diterima atau tidak dapat diterima sehingga dapat membantu individu untuk
mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.
c)
Faktor biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif mempunyai dasar
biologis, penelitian neurobiologis mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus
elektris ringan pada hipotalamus (yang berada ditengah sistem limbik).
2.
Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan berespon dengan marah apabila merasa dirinya
terancam. Ancaman tersebut dapat berupa injury secara psikis, atau lebih
dikenal dengan adanya ancaman terhadap konsep diri seseorang, ketika sesorang
merasa terancam, mungkin dia tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi
sumber kemarahannya. Ancaman dapat berupa internal ataupun eksternal, contoh
stressor eksternal : serangan secara psikis, kehilangan hubungan yang dianggap
bermakna dan adanya kritikan dari orang lain, sedangkan contoh dari stressor
internal : merasa gagal dalam bekerja, merasa kehilangan seseoranga yang
dicintai, dan ketakutan terhadap penyakit yang diderita. Bila dilihat dari
sudut pandang perawat-klien, maka faktor yang mencetuskan terjadinya perilaku
kekerasan terbagi dua yaitu :
a.
Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan, kurang percaya
diri.
b.
Lingkungan : ribut, kehilangan orang atau objek yang berharga, konflik
interaksi social.
D.
Rentang Respon
Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan
respon pasif dan melarikan diri atau respo melawan dan menentang. Respon
melawan dan menetang merupakan respon maladaptive, yaitu agresif-kekerasan
perilaku yang menampakkan mulai dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu:
1.
Asertif: mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan merasa
lega
2.
Frustasi: merasa gagal mencpai tujuan disebabkan karena tujuan yang tidak
realistis
3.
Pasif: diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
sedang dialami
4.
Agresif: memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang
lain mengancam, member kata-kata ancaman tanpa niat menyakiti
5.
Kekerasan: sering juga disebut gaduh - gaduh atau amuk. Perilaku kekerasan
ditandai dengan menyentuh orang lain dengan menakutkan, member kata – kata
ancaman, disertai melukai pada tingkat ringan, danyang paling berat adalah
merusak secara serius. Klien tidak mampu mengendalikan diri.
E.
Psikopatologi
Menurut Depkes (2000) mengemukakan bahwa stress, cemas
dan merah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh
setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecamasan yang menimbulkan perasaan
tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan yang
mengarah pada perilaku kekerasan.
Respon terhadap marah dapat diekspresikan secara
eksternal maupun internal. Secara eksternal dapat barupa perilak kekerasan
sedangkan secara internal dapat berupa perilaku depresi dan penyakit fisik.
Mengekspresiakan marah dengan perilaku konstruktif dengan menggunakan kata-
kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang lain, akan member
perasaan lega, menurunkan ketegangan, sehingga perasaan marah dapat diatasi.
F.
Pohon Masalah
Resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan (Akibat)
Perilaku kekerasan (Core problem)
Gangguan persepsi sensori: Halusinasi (Penyebab)
Sumber: Keliat, B. A., (2009)
G.
Diagnosa Keperawatan
1.
Perilaku kekerasan
H.
Rencana Tindakan Keperawatan
1.
Tujuan Khusus
a.
Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku
kekerasan.
b.
Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang
pernah dilakukannya.
c.
Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku
kekerasan yang dilakukannya.
d.
Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya
secara fisik, spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.
2.
Tindakan Keperawatan
SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya,
identifikasi penyebab perasaan marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku
kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta cara mengontrol secara fisik I.
SP 2 Pasien : Latihan mengontrol perilaku
kekerasan secara fisik ke-2
a.
Evaluasi latihan nafas dalam
b.
Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal
c.
Susun jadwal kegiatan harian cara kedua
SP 3 Pasien : Latihan mengontrol perilaku
kekerasan secara sosial/verbal:
a.
Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik
b.
Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal:
menolak dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik.
SP 4
Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual
a.
Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan
secara fisik dan sosial/verbal
b.
Latihan sholat/berdoa
c.
Buat jadual latihan shoalat/berdoa
SP 5
Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat
a.
Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara
mencegah marah yang sudah dilatih.
b.
Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar
nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat,
dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum
obat.
c.
Susun jadual
minum obat secara teratur
DAFTAR
PUSTAKA
Keliat, B. A. 2009. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. (Edisi 2). Jakarta: EGC.
Stuart & Sudart. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa.(Edisi 5). Alih Bahasa: Ramona P, Kapoh.
Jakarta: EGC.
Yoseph, Iyus. 2010. Kepeerawatan Jiwa. (Edisi Revisi). Bandung: Revika Aditama.
lp-rpk.azam.bloggespot.com
Comments
Post a Comment