Menurut Guba dan Lincoln kriteria penelitian dapat dipercaya dalam menampilkan fenomena yang mendukung keakuratan penelitian, meliputi: 1. Credibility merupakan penelitian dipercaya ketika partisipan mengakui temuan penelitian sebagai pengalamannya. 2. Dependability merupakan data yang didapatkan stabil pada setiap waktu dan kondisi. Proses penelitian logis, dapat dilacak, dan pendokumentasian jelas. 3. Conformability merupakan objektivitas data atau kenetralan data yang menunjukkan bahwa intepretasi dan temuan penelitian jelas berasal dari data serta sebagai petunjuk sebuah kesimpulan dan intepretasi telah di capai. Transferability merupakan generalisasi penerapan hasil penelitian untuk diterapkan pada tempat atau kondisi yang setara.
A.
Definisi
Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan
komplikasi yang sering terjadi pada infark miokardium. Aritmia atau disritmia
adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi
elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges, 2007).
Gangguan pada nodus AV dan/atau system
konduksi menyebabkan kegagalan transmisi gelombang P ke ventrikel (Davey,
2009).
AV block merupakan komplikasi infark
miokardium yang sering terjadi (Boswick, 2008).
B.
Penyebab
1.
AV blok derajat I
Terjadi pada semua usia dan pada jantung normal atau penyakit jantung.
PR yang memanjang lebih dari 0,2 detik dapat disebabkan oleh obat-obatan
seperti digitalis, ß blocker, penghambatan saluran kalsium, serta penyakit
arteri koroner, berbagai penyakit infeksi, dan lesi congenital.
2.
AV blok derajat II
a.
AV blok derajat II Mobitz I (Wenckebach)
Tipe ini biasanya dihubungkan dengan blok di atas berkas His. Demikian
juga beberapa obat atau proses penyakit yang mempengaruhi nodus AV seperti
digitalis atau infark dinding inferior dari miocard dapat menghasilkan AV blok
tipe ini.
b.
AV blok derajat II Mobitz II
Adanya pola Mobitz II menyatakan blok di bawah berkas His. Ini terlihat
pada infark dinding anterior miokard dan berbagai penyakit jaringan konduksi.
3.
AV blok derajat III (komplit)
Penyebab dari tipe ini sama dengan penyebab pada AV blok pada derajat
yang lebih kecil. Blok jantung lengkap atau derajat tiga bisa terlihat setelah
IMA. Dalam irama utama ini, tidak ada koordinasi antara kontraksi atrium dan
ventrikel. Karena kecepatan ventrikel sendiri sekitar 20 sampai 40 kali
permenit, maka sering penderita menyajikan tanda-tanda curah jantung yang buruk
seperti hipotensi dan perfusi serebrum yang buruk (Verdy, 2012).
C.
Patofisiologi
Blok jantung adalah perlambatan atau pemutusan
hantaran impuls antara atrium dan venrikel. Impuls jantung biasanya menyebar
mulai dari nodus sinus, mengikuti jalur internodal menuju nodus AV dan
ventrikel dalam 0,20 detik (interval PR normal); depolarisasi ventrikel terjadi
dalam waktu 0,10 detik (lama QRS komplek). Terdapat tiga bentuk blok jantung
yang berturut-turut makin progresif. Pada blok jantung derajatderajat satu
semua impuls dihantarkan melalui sambungan AV, tetapi waktu hantaran memanjang.
Pada blok jantung derajat dua, sebagian impuls dihantarkan ke ventrikel tetapi
beberapa impuls lainnya dihambat. Terdapat dua jenis blok jantung derajat dua,
yaitu Wnckebach (mobitz I) ditandai dengan siklus berulang waktu penghantaran
AV ang memanjang progresif, yang mencapai puncaknya bila denyut tidak
dihantarkan. Jenis kedua (mobitz II) merupakan panghantaran sebagian impuls
dengan waktu hantaran AV yang tetap dan impuls yanglain tidak dihantarkan.
lp-avblock.azam.bloggespot.com
Pada blok jantung derajat tiga, tidak ada
impuls yang dihantarkan ke ventrikel, terjadi henti jantung, kecuali bila
escape pacemaker dari ventrikel ataupun sambungan atrioventrikuler mulai
berfungsi. Blok berkas cabang adalah terputusnya hantaran berkas cabang yang
memperpanjang waktu depolarisasi hingga lebih dari 0,10 detik (Price &
Wilson, 2009).
D.
Manifestasi Klinis
1.
AV blok sering menyebabkan bradikardia, meskipun lebih jarang
dibandingkan dengan kelainan fungsi nodus SA.
2.
Seperti gejala bradikardia yaitu pusing, lemas, sinkop, dan dapat
menyebabkan kematian mendadak
3.
AV blok derajat I
a.
Sulit dideteksi secara klinis
b.
Bunyi jantung pertama bisa lemah
c.
Gambaran EKG : PR yang memanjang lebih dari 0,2 detik
4.
AV blok derajat II
a.
Denyut jantung < 40x/menit
b.
Pada Mobitz I tampak adanya pemanjangan interval PR hingga kompleks QRS
menghilang.
c.
Blok Mobitz tipe II merupakan aritmia yang lebih serius karena lebih
sering menyebabkan kompleks QRS menghilang. Penderita blok Mobitz tipe II
sering menderita gejala penurunan curah jantung dan akan memerlukan atropine
dalam dosis yang telah disebutkan sebelumnya.
5.
AV blok derajat III (komplit)
a.
Atrium yang berdenyut terpisah dari ventrikel, kadang-kadang kontraksi
saat katup tricuspid sedang menutup. Darah tidak bisa keluar dari atrium dan
malah terdorong kembali ke vena leher, sehingga denyut tekanan vena jugularis
(JVP) nampak jelas seperti gelombang “meriam (cannon)”
b.
Tampak tanda-tanda curah jantung yang buruk seperti hipotensi dan
perfusi serebrum yang buruk (Verdy, 2012).
E.
Diagnostik
1.
EKG
Pada EKG akan ditemukan adanya AV blok sesuai dengan derajatnya
2.
Foto dada
Dapat ditunjukkan adanya pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan
disfungsi ventrikel dan katup
3.
Elektrolit
Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium, dan magnesium dapat
menyebabkan disritmia (Davey, 2009).
F.
Penatalaksanaan
Tindakan yang dapat dilakukan sesuai derajat AV blok.
1.
Obat antiaritmia
Reseptor
|
Klas
|
Obat
|
Cara kerja obat
|
Saluran Na+, K+
|
1 A
|
Procainamide, Quinidine, Amiodarone
|
- Mencegah
masuknya Na ke dalam sel
- Menghambat
konduksi, memperlambat masa pemulihan (recovery) dan mengurangi kecepatan
otot jantung untuk discharge secara spontan
- Class
1A memperpanjang aksi potensial
|
Saluran Na+
|
1 B
|
Lidocaine, Phenitoin
|
|
ß-adrenergik
|
2
|
Esmolol, Metoprolol, Propanolol, Sotalol*, Amiodarone
|
- Anti
simpatetik, mencegah efek katekolamin pada aksi potensial
- Termasuk
golongan ß-adrenergik antagonis
|
Saluran K+
|
3
|
Sotalol*, Bretylium, Ibutilide, Dofetilide
|
Memperpanjang waktu aksi potensial
|
Saluran Ca+
|
4
|
Verapamil, Diltiazem, Amiodarone
|
- Mencegah
masuknya Ca ke dalam sel otot jantung
- Mengurangi
waktu plateau aksi potensial, efektif memperlambat konduksi di jaringan
nodal.
|
2.
AV blok derajat I
a.
Tidak ada tindakan yang diindikasikan.
b.
Interval PR harus dimonitor ketat terhadap kemungkinan blok lebih
lanjut,
c.
Kemungkinan dari efek obat juga harus diketahui
3.
AV blok derajat II Molitz I
a.
Tidak ada tindakan yang diindikasikan. Kecuali menghentikan obat jika
ini merupakan agen pengganggu
b.
Monitor klien terhadap berlanjutnya blok.
c.
Tipe ini biasanya tidak diterapi kecuali sering kompleks QRS menghilang
dengan akibat gejala klinis hipotensi dan penurunan perfusi serebrum. Bila ada
gejala ini maka pada penderita bisa diberikan 0,5 sampai 1,0 mg atropine IV
sampai total 2,0 mg.
4.
AV blok derajat II Molitz II
a.
Observasi ketat terhadap perkembangan menjadi blok jantung derajat III.
b.
Obat seperti atropine atau isopreterenol, atau pacu jantung mungkin
diperlukan bila pasien menunjukkan gejala-gejala atau jika blok terjadi dalam
situasi IMA akut pada dinding anterior.
5.
AV blok derajat III (komplit)
a.
Atropin (0,5 sampai 1 mg) bisa diberikan dengan dorongan IV. Bila tidak
ada kenaikan denyut nadi dalam respon terhadap atropine maka bisa dimulai
tetesan isoproterenol 1 mg dalam 500 ml D5W dengan tetesan keciluntuk
meningkatkan kecepatan denyut ventrikel. Penderita yang menunjukkan blok
jantung derajat tiga memerlukan pemasangan alat pacu jantung untuk menjamin
curah jantung yang mencukupi.
b.
Pacu jantung diperlukan permanen atau sementara
6.
Implantasi pacu jantung (pace maker)
Merupakan terapi terpilih untuk bradiatritmia simtomatik. Pacu jantung
permanen adalah suatu alat elektronik kecil yang menghasilkan impuls regular
untuk mendepolarisasi jantung melalui electrode yang dimasukkan ke sisi kanan
jantung melalui system vena.
Suatu pacu jantung satu bilik memiliki electrode pada ventrikel kanan
atau atrium kanan. Pacu jantung dua bilik memberikan impuls ke atrium dan
ventrikel melalui dua electrode dan bisa menghasilkan impuls yang sinkron pada
ventrikel setelah tiap gelombang P yang terjadi di atrium. Sehingga timbul
impuls yang mendekati depolarisasi fisiologis pada jantung, dan memungkinkan
jantung berdenyut sesuai dengan nodus sinus.
Nomenklatur pacu jantung :
a.
huruf pertama -- rongga yang dipacu (V : ventrikel, A : atrium, D :
keduanya)
b.
huruf kedua – rongga yang dituju (V, A, atau 0 bila tidak ada)
c.
huruf ketiga – pacu jantung merespon terhadap deteksi aktivitas listrik
jaunting (I : diinhibisi, T : dipicu, D : keduanya)
d.
huruf keempat – menunjukkan apakah pacu jantung menstimulasi lebih cepat
saat aktivitas fisik yang disimbolkan dengan huruf R, artinya denyut responsive
(misal VVI-R) (Davey, 2009).
G.
Pengkajian
1.
Pengkajian primer :
a.
Airway
Penilaian akan kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan mengenai
adanya obstruksi jalan nafas, karena benda asing. Pada klien yang dapat
berbicara dapat dianggap bahwa jalan nafas bersih. Dilakukan pula pengkajian
adanya suara nafas tambahan misalnya stridor
b.
Breathing
Inspeksi frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu nafas, adanya
sesak nafas, palpasi pengembangan paru, auskultasi adanya suara nafas tambahan
seperti ronchi, wheezing, kaji adanya trauma pada dada yang dapat menyebabkan
takipnea dan dispnea.
c.
Circulation
Dilakukan pengkajian tentang volume darah dan kardiak output serta
adanya perdarahan. Monitor secara teratur status hemodinamik, warna kulit,
nadi.
d.
Disability
Nilai tingkat kesadaran serta ukuran dan reaksi pupil
2.
Pengkajian sekunder :
Meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat menggunakan
format AMPLE (Alergi, Medikasi, Post illness, Last meal, dan Event/environment,
yang berhubungan dengan kejadian perlukaan).
H.
Diagnosa Keperawatan
1.
Penurunan curah jantung
2.
Intoleransi aktivitas
3.
Kelebihan volume cairan
4.
Gangguan pertukaran gas
I.
Rencana Tindakan
1.
Penurunan curah jantung
Rencana Tindakan :
a.
Monitor gejala gagal jantung dan CO menurun termasuk nadi perifer yang
kualitasnya menurun, kulit dingin dan ekstremitas, RR ↑, dipsnea, HR↑, distensi
vena jugularis, ↓ kesadaran dan adanya edema
b.
Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, ritme, adanya
S3&S4&bunyi baru
c.
Observasi bingung, kurang tidur,
pusing
d.
Observasi adanya nyeri dada/ketidaknyamanan, lokasi, penyebaran,
keparahan, kualitas, durasi, manifestasi spt mual&factor yang
memperburuk&mengurangi
e.
Jika ada nyeri dada, baringkan klien, monitor ritme jantung, beri
oksigen, medikasi&beri tahu dokter
f.
Monitor intake&output/24 jam
g.
Catat hasil EKG&XRay dada
h.
Kaji hasil lab, nilai AGD, elektrolit termasuk kalsium
i.
Monitor CBC, [Na], kreatinin serum
j.
Memberi oksigen sesuai kebutuhan
k.
Posisikan klen dalam posisi semi fowler atau posisi yang nyaman
l.
Cek TD, nadi&kondisi sbl medikasi jatung spt ACE inhibitor,
digoxin&β bloker. Beritahu dokter bila nadi&TD rendah sebelum medikasi
m.
Selama fase akut, pastikan klien bedrest&melakukan aktivitas yang
dapat ditoleransi jantung
n.
Berikan makanan rendah garam, kolesterol
o.
Berikan lingkungan yang tenang dgn meminimalkan gangguan&stressor.
Jadwalkan istirahat stlh makan & aktivitas
2.
Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
Rencana Tindakan :
a.
Pantau respon kardiorespirasi terhadap aktivitas (takikardi, disritmia,
pucat, frekuensi respirasi)
b.
Pantau respon oksigenasi pasien ( nadi, irama jantung, dan frekuensi
respirasi)
c.
Pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan energi
d.
Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik menejemen waktu untuk
mencegah kelelahan
e.
Bantu pasien dalam aktivitas fisik secara teratur
f.
Bantu pasien dalam mengidentifikasi pilihan aktivitas
b.
Terapi aktivitas
a.
Kaji kemampuan klien melakukan aktivitas
b.
Evaluasi motivasi dan keinginan klien untuk meningkatkan aktivitas
c.
Jelaskan pada klien manfaat aktivitas secara bertahap
d.
Bantu dalam pemenuhan aktivitas perawatan diri jika klien belum dapat
mentoleransi aktivitas tersebut
e.
Orientasikan klien beraktivitas secara bertahap sesuai toleransi
f.
Tetap sertakan O2 selama aktivitas
g.
Bantu klien mengidentifikasi pilihan aktivitas
3.
Kelebihan volume cairan
Rencana Tindakan :
a.
Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis
terjadi.
b.
Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam
c.
Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase
akut.
d.
Pantau TD dan CVP (bila ada)
e.
Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan
konstipasi.
f.
Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)
g.
Konsul dengan ahli diet.
4.
Gangguan pertukaran gas
Rencana Tindakan :
a.
Pantau bunyi nafas, catat krekles
b.
Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
c.
Dorong perubahan posisi.
d.
Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
e.
Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi
DAFTAR PUSTAKA
Boswick, John A. 2008. Perawatan Gawat
Darurat. Jakarta : EGC.
Davey. 2009. At a Glance Medicine. Jakarta :
Erlangga.
Doenges Marilynn E.. 2007. Rencana Asuhan
Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien),
Edisi 3, Penerbit Buku Kedikteran EGC.
Verdy. 2012. Inferior Myocardial Infarction
dengan Complete Heart Block. CDK 189/vol 39 no 1.
Comments
Post a Comment